Minggu, 09 April 2017

Hak Kekayaan Intelektual



ETIKA PELANGGARAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL DI INDONESIA

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas kuliah :
Hukum Bisnis

Disusun oleh :
Suherlan                     114020094





FAKULTAS EKONOMI
PROGRAM STUDI MANAJEMEN
UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI
CIREBON
Tahun Ajaran 2015/2016

KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas karunia, perlindungan Nya lah kami dapat menyelesaikan makalah ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada orang tua penulis yang senantiasa mendukung usaha penulis hingga makalah ini selesai dikerjakan. Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing kami yaitu Bapak Jaenudin Umar, SH, MH yang bersedia membantu kami dalam proses pengerjaan dengan pemberian ide dan materi sehingga makalah ini selesai.
Makalah ini kami buat dengan tujuan menyuarakan kembali perdebatan etika benar atau tidak akan hak kekayaan intelektual yang selama ini terkesan tertimbun oleh banyaknya kasus dan masalah di bidang lain di Indonesia.  Penulis meyakini bahwa masalah ini tidak bisa lagi diacuhkan ketika kita berada di sebuah era dimana informasi tersebar dengan mudah dan luas yang menandakan semakin terabaikannya hak kekayaan intelektual di negara hukum Indonesia. Kami berharap makalah ini dapat membuka wawasan pembaca baik pihak yang secara langsung berhubungan dengan permasalahan ini ataupun tidak sehingga kita dapat membangun Indonesia yang lebih baik lagi.

Hormat kami,
Penulis











Bab I
Pendahuluan

1.1     Latar Belakang Masalah
Hak kekayaan intelektual disebut sebagai Intelectual Property Rights (IPR) dalam bahasa Inggris memiliki makna segala hasil produksi kecerdasan daya pikir dalam berbagai bidang yang berguna bagi manusia. (wikipedia.org) Pelanggaran terhadap hak milik intelektual ini telah banyak terjadi dari dulu maupun pada masa sekarang sehingga berdirilah sebuah organisasi yang mengatur dan mengontrol agar tidak terjadinya pelanggaran hak kekayaan intelektual. Organisasi ini bernama World Intellectual Property Organization (WIPO).
Indonesia telah menjadi anggota dari organisasi internasional WTO (World Trade Organization) yang mana mengatur berbagai macam peraturan maupun prosedur akan perdagangan dunia dan memiliki visi yang selaras dengan WIPO. Salah satu perjanjian yang turut disetujui oleh Indonesia sebagai anggota WTO adalah perjanjian  Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights (TRIPS) yang mengatur hukum akan Hak Kekayaan Intelektual. Indonesia sebagai negara berkembang telah diberikan sedikit perkecualian akan persetujuan TRIPS (yang kemudian dituangkan pada Undang – Undang Nomor 19 Tahun 2002 ) dimana impelementasi perjanjiannya dapat diperpanjang hingga 2005.
Namun sayangnya, WHO melihat bahwa belum ada perubahan signifikan pada beberapa negara berkembang termasuk di antaranya Indonesia. Seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya akan bentuk-bentuk pelanggaran hak kekayaan intelektual termasuk pencurian maupun pembajakan, tampaknya masyarakat Indonesia belum menyadari bahwa beberapa tindakan mereka termasuk kategori kriminalitas. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta mendefinisikan bahwa Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi Pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. (pasal 1 ayat 1)
Namun, hingga saat ini masih banyak sekali terjadi pelanggaran hak kekayaan intelektual yang terjadi di dunia bisnis baik di luar negeri maupun di Indonesia. Beberapa contoh pelanggaran hak kekayaan intelektual tersebut terjadi dalam bentuk pencurian ide ataupun plagiat pada suatu produk maupun merk terntetu. Sebagai contoh adalah makanan yang sering kita jumpai di Indonesia yaitu ayam goreng. Ayam goreng atau fried chicken yang paling terkenal di seluruh penjuru dunia dengan model ayam crispy dan bumbu rahasianya adalah KFC. Namun saat ini kita dapat dengan mudah membeli ayam crispy yang serupa di pinggir-pinggir jalan dengan nama yang berbeda-beda serta kualitas yang berbeda pula. Beberapa di antaranya yang sering kita temui adalah CFC, RFC, Miami Chicken, C’Best Fried Chicken, dll. Harga yang ditawarkan oleh merk-merk lain ini lebih terjangkau dan memiliki rasa yang tidak kalah enak meskipun belum dapat menyaingi rasa dari merk aslinya. Tetapi hal ini tetap memberikan dampak yang cukup besar bagi perkembangan merk asli agar tidak dapat disaingi dengan mudah oleh merk-merk yang melakukan tindakan yang dapat kita sebut dengan plagiat ini. Maka dari itu makalah ini akan membahas mengenai tindakan pelanggaran hak kekayaan intelektual yang terjadi di Indonesia. Apakah tindakan itu dibenarkan atau disalahkan berdasarkan sudut pandang hukum, masyarakat dan pelaku bisnis. Selain itu akan dibahas pula dampak-dampak yang timbul dari tindakan pelanggaran ini.
1.2     Rumusan Masalah
Bagaimana etika pelanggaran hak kekayaan intelektual dari sudut pandang hukum Republik Indonesia?
Bagaimana etika pelanggaran hak kekayaan intelektual dari sudut pandang masyarakat Indonesia?
Bagaimana etika pelanggaran hak kekayaan intelektual dari sudut pandang konsumen?
Apa saja dampak dari pelanggaran hak kekayaan intelektual bagi pelaku bisnis?
Apa saja dampak dari pelanggaran hak kekayaan intelektual bagi masyarakat di Indonesia?
1.3     Tujuan
Mengetahui bagaimana etika pelanggaran hak kekayaan intelektual dari sudut pandang hukum negara Indonesia.
Mengetahui bagaimana etika pelanggaran hak kekayaan intelektual dari sudut pandang masyarakat Indonesia.
Mengetahui bagaimana etika pelanggaran hak kekayaan intelektual dari sudut pandang konsumen.
Mengetahui dampak dari pelanggaran hak kekayaan intelektual bagi pelaku bisnis.
Mengetahui dampak dari pelanggaran hak kekayaan intelektual bagi masyarakat di Indonesia.








Bab II
Landasan Teori
2.1  Etika Profesi Bisnis
Etika jika ditilik dari asal usul katanya, etika berasal dari bahasa Yunani ‘ethos’ yang berarti adat istiadat/ kebiasaan yang baik . Lebih lanjut etika adalah studi tentang kebiasaan manusia berdasarkan kesepakatan, menurut ruang dan waktu yang berbeda, yang menggambarkan perangai manusia dalam kehidupan pada umumnya disebut juga filsafat moral adalah cabang filsafat yang berbicara tentang praxis (tindakan)  manusia. Etika tidak mempersoalkan keadaan manusia, melainkan mempersoalkan bagaimana manusia harus bertindak.
Etika bisnis adalah suatu cara untuk melakukan kegiatan bisnis, yang meliputi berbagai aspek perorangan atau individu, perusahaan sampai masyarakat luas. Etika Bisnis dalam suatu perusahaan dapat membentuk nilai, norma dan tata krama perilaku pekerja serta pimpinan dalam membangun komunikasi yang adil dan sehat dengan pelanggan/mitra kerja, pemegang saham, masyarakat.
Suatu Instansi meyakini prinsip bisnis yang baik adalah bisnis yang beretika, yakni bisnis dengan kinerja unggul dan berkesinambungan yang dijalankan dengan mematuhi nilai-nilai yang tercantum pada etika tersebut agar selaras dengan hukum dan peraturan yang berlaku.
Didalam dunia bisnis sendiri etika bisnis dapat digunakan sebagai pedoman dan tuntunan bagi seluruh karyawan termasuk staf divisi manajemen dan menjadikannya sebagai pedoman untuk melaksanakan pekerjaan sehari-hari dengan dilandasi moral yang luhur, jujur, transparan dan sikap yang profesional.
Tiga pendekatan dasar dalam perumusan tingkah laku etika bisnis, antara lain :
Utilitarian Approach : setiap perilaku didasarkan pada konsekuensinya. Oleh karena itu, dalam bertindak seseorang seharusnya mengikuti cara-cara yang dapat memberi manfaat berarti pada masyarakat, dengan asumsi tidak membahayakan dan biaya seminim mungkin.
Individual Rights Approach : setiap orang dan kelakuan memiliki hak dasar yang harus dihormati. Namun tindakan ataupun tingkah laku tersebut diharuskan untuk dihindari apabila diperkirakan akan menyebabkan terjadi benturan dengan hak orang lain.
Justice Approach : para pembuat keputusan mempunyai kedudukan yang dam, dan gerinda adil dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan baik secara perseorangan ataupun secara kelompok.
Di negara Indonesia, setelah mencermati sumber yang didapat sepertinya etika berbisnis di negara ini belum berjalan dengan baik. Banyak dari kasus-kasus yang terjadi di negara ini yang mungkin bisa dipaparkan dan mencerminkan lemahnya etika dalam dunia bisnis di Indonesia. Masih ingat anda dengan kasus Iklan provider telekomunikasi Telkomsel dan XL. Ya kedua iklan tersebut menggunakan satu bintang iklan yang sama ‘SULE’ . Pertama XL mengkomersilkan iklannya dengan produk terbarunya yang dibintangi aktor tersebut, dan tak selang lama waktu Telkomsel dengan kau perdananya AS membalas dengan fitur terbaru dari kartu perdana mereka Dengan mengiklankan produk mereka dengan menggunakan bintang iklan SULE. Padahal pada kenyataanya tidak ada bintang iklan yang pindah ke produk kompetitor selama jangka waktu kurang dari 6 bulan, pada intinya di sini terdapat suatu pesan yang tersirat bajak membajak model dan materi iklan.
Dari kasus tersebut menunjukkan bahwa sanksi yang diterapkan belum sepenuhnya dimengerti oleh masyarakat, dan ketegasan dalam pengambilan langkah hukum bagi para pelakunya dinilai belum terlalu tegas. Kurang tanggapnya pemerintah terhadap fenomena ini membuktikan minimnya pergerakkan nyata dari pemerintah, mengingat pemerintah hanya sibuk memberikan pernyataan-pernyataan yang hanya berwujud ‘lip-service’. Hal seperti ini sungguh sangat ironis , karena enforcement dari pemerintah yang tidak begitu jelas dan nampak, bakal menimbulkan banyak masalah di bidang lain. Mungkin ini adalah angin lalu dan tidak begitu bermasalah dan berdampak pada anda, tapi coba pikirkan jika etika itu tidak dilakukan pada suatu produsen makanan, tidak usah melihat jauh pada franchise ataupun produsen lain yang begitu besar, pasti anda pernah memakan gorengan yang anda beli dipinggir jalan, pernahkah anda berfikir bagaimana cara membuatnya ?, dari pelaku bisnis terkecil seperti itupun terdapat beberapa penjual yang melakukan pelanggaran etika demi meningkatkan pendapatnnya, menggunakan plastik dalam pembuatan gorengan agar lebih renyah, menggunakan minyak yang berhari-hari sudah dipakai agar lebih hemat.
Disinilah seharusnya pemerintah di Indonesia bertindak nyata dan tegas dalam urusan etika berbisnis. Tidak hanya itu tapi dari sisi konsumen juga harus lebih cerdas dan matang dalam pemilihan produk yang dibeli, dengan ini diharapkan para pelaku bisnis yang melakukan pelanggaran etika sadar dan semua pihak bisa merasa aman.
2.1.1 Stakeholder dalam Proses Bisnis
Adapun stakeholder atau aktor-aktor yang terlibat dan juga turut menentukan arah dari proses bisnis dalam hal Bisnis terindikasi pelanggaran HKI terbagi menjadi primer dan sekunder. Aktor primer adalah organisasi itu sendiri, pemasok, konsumen, pemilik, dan pekerja.
Sedangkan aktor sekundernya antara lain pemerintah, budaya masyarakat, media massa / aktivis, dan kompetitor.
Sesuai dengan signifikansinya aktor- aktor di atas dengan judul makalah ini maka tim penulis hanya akan membahas bisnis ini dari sisi organisasi, konsumen, pemerintah ( hukum yang berlaku), dan budaya masyarakat.
2.2  Hak Kekayaan Intelektual
Pengertian Hak kekayaan intelektual menurut Saidin, H. OK. adalah hak kebendaan, hak atas sesuatu benda yang  bersumber dari hasil kerja otak, hasil kerja rasio. Hasil dari pekerjaan rasio manusia yang menalar. Hasil kerjanya itu berupa benda immaterial, benda tidak berwujud.
HKI ini berasal dari Intellectual Property Rights yang dibahas oleh organisasi World Intellectual Property Organization (WIPO). WIPO membagi hak kekayaan intelektual ini menjadi 2 bagian yaitu hak cipta (copyright) dan  hak kekayaan industri (industrial property right). Hak kekayaan industri adalah hak yang mengatur segala sesuatu tentang milik perindustrian terutama yang mengatur perlindungan hukum.
Berdasarkan Saidin, H. OK. dalam Aspek Hukum Hek Kekayaan Intelektual menggambarkan bagan Hak Kekayaan Intelektual sebagai berikut :




Adapun hukum akan HKI ini bersifat teritorial artinya jika didaftarkan di Indonesia maka hukum hanya dapat melindungi hak nya jika ada pelanggaran di Indonesia.  Dalam konteks makalah ini dimana yang dibahas mengenai bisnis, maka akan lebih sesuai jika membahas akan Hak Kekayaan industri dimana menurut KamusBisnis.com adalah hak atas kepemilikan aset industri. Dimana berdasarkan pasal 1 Konvensi Paris mengenai perlindungan hak kekayaan industri disebutkan di antaranya adalah: paten, merek, varietas tanaman, rahasia dagang, desain industri, dan desain tata letak sirkuit terpadu.
2.3  Undang-Undang Hak Kepemilikan Intelektual di Indonesia
Indonesia memiliki keanekaragaman seni dan budaya yang sangat kaya sehingga sangat perlu adanya perlindungan dari negara dalam bentuk undang-undang. Oleh karena itu melalui undang-undang yang diatur nomor 19 tahun 2002 tentang hak kepemilikan. Pada bab 1 dibahas mengenai ketentuan umum yang mengatur mengenai undang-undang dari hak cipta. Bab 2 membahas mengenai fungsi dan sifat hak cipta. Bab 3 mengatur mengenai masa berlaku hak cipta, Bab 4 mengenai  pendaftaran ciptaan, Bab 5 tentang lisensi, Bab 6 mengenai dewan hak cipta, Bab 7 Hak terkait, Bab 8 pengelolaan hak cipta, Bab 9 mengenai biaya. Sedangkan Bab 10 mengatur mengenai penyelesaian sengketa, Bab 11 penetapan sementara pengadilan, Bab 12 penyidikan, Bab 13 mengenai ketentuan pidana, Bab 14 ketentuan peralihan, dan Bab 15 adalah ketentuan penutup.
Berdasarkan bab serta pasal yang terdapat undang-undang nomor 19 tahun 2002 ini dapat dilihat bahwa seluruh ketentuan mengenai pelanggaran ini telah diatur dengan lengkap. Mulai dari bentuk pelanggarannya, penetapan sementara sengketa, penyelesaian sengketa hingga tindak pidana yang akan diberikan atas pelanggaran hak kepemilikan intelektual tersebut.
Sebagai contoh terdapat pasal 72 ayat 1 yang berisikan mengenai tindak pidana yang akan diberikan pada pelaku, yang berbunyi:
“Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah)”
dimana Pasal 2 ayat (1) berbunyi:
Hak kepemilikan merupakan hak eksklusif bagi Pencipta atau Pemegang Hak kepemilikan untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku”.

Dan pasal 49 ayat 1 dan ayat 2 berbunyi:
“(1) Pelaku memiliki hak eksklusif untuk memberikan izin atau melarang pihak lain yang tanpa persetujuannya membuat, memperbanyak, atau menyiarkan rekaman suara dan/atau gambar pertunjukannya.
(2) Produser Rekaman Suara memiliki hak eksklusif untuk memberikan izin atau melarang pihak lain yang tanpa persetujuannya memperbanyak dan/atau menyewakan karya rekaman suara atau rekaman bunyi.”
Pernyataan di atas sebenarnya sangat sering kita jumpai di dalam buku-buku terbitan pengarang di Indonesia atau pun buku terbitan Luar Negeri. Hal tersebut di tujukan kepada masyarakat agar mereka tidak melakukan pencurian terhadap karya milik orang lain.


BAB III
PEMBAHASAN
4.1      Etika Pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual dari Sudut Pandang Hukum Negara Indonesia
Sesuai dengan pembahasan landasan teori dapat diketahui bahwa pencurian / pembajakan ide tau hak kekayaan intelektual dengan berbagai cara yang telah dijelaskan dalam pasal-pasalnya adalah suatu kejahatan yang melanggar UU nomor 19 tahun 2002. Sehingga seharusnya di Indonesia tidak ada praktik pelanggaran HKI.
Namun yang harus kita ketahui, bahwa untuk mendapatkan hak kekayaan intelektual di Indonesia maka pelaku harus terlebih dahulu mendaftarkan kepada DJHKI (Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual). Jika belum mendaftar, maka segala bentuk perlindungan HKI tidak bisa kita dapatkan. Selain itu jika ingin mengajukan gugatan pihak penggugat harus memiliki bukti-bukti yang kuat dan tentu saja harus ada modal untuk menyewa pengacara.
Kendala inilah yang mengakibatkan Usaha Mikro Kecil Menengah sangat rentan tidak terlindungi oleh payung hukum sebab pendaftaran HKI membutuhkan waktu dan biaya dan jika mengajukan gugatan pun dibutuhkan biaya yang tidak kecil pula. Akibatnya tidak ada yang bisa dilakukan UMKM untuk menyuarakan haknya, di sinilah celah hukum yang sayangnya dimanfaatkan oleh beberapa pihak yang kurang bertanggung jawab.
Selain itu celah hukum HKI ini sangatlah luas. Sebuah ide adalah sesuatu yang sifatnya sangat abstrak dan kompleks. Sehingga untuk divonis sebagai pencuri ide, harus dibuktikan dengan kompleks pula, hal ini sangat berbeda ketika kita akan memidanakan pencuri barang.
Perkara HKI ini juga terganjal akan status berlakunya yang sayangnya hanya berlaku di tempat HKI tersebut didaftarkan. Seperti kasus Daniel Mananta dari brand miliknya. Brand “Damn, I Love Indonesia” bahkan di produksi di Negara lain dengan tulisan nama dari negara itu. Meskipun sudah didaftarkan di DJHKI, jalan mencari keadilan pada hukum rupanya berliku sebab tidak bisa berlaku di Internasional.
Tetapi dalam beberapa kasus, terlihat bahwa hukum akan HKI ini berlaku dan telah ditegakkan. Salah satu contoh kasus adalah kasus yang menyangkut merk “LOTTO”. Perusahaan ini dikenal sebagai perusahaan luar negeri yang menjual pakaian jadi dan telah terdaftar di Indonesia. Tidak beberapa lama kemudian muncul sebuah perusahaan lain yang menjual handuk dan memiliki nama yang sama dengan “LOTTO”. Tindakan ini secara jelas merugikan perusahaan pemilik merk itu sebenarnya area barang yang mereka jual secara jelas berbeda.
Perusahaan pemilik merk asli LOTTO itu akhirnya mengajukan tuntutan kepada pengadilan negeri. Sayangnya pihak pengadilan negeri menolak karena mereka menganggap penuntut tidak beralasan. Kemudian mereka mengajukan kasus ini kepada pihak Mahkamah Agung dan mendapatkan hasil yang positif. Pihak Mahkamah memiliki pendapat yang sama bahwa tindakan tersebut melanggar karena meskipun barang yang mereka jual berbeda namun memiliki jenis yang sama yaitu kelengkapan berpakaian. Beberapa Undang-undang yang telah berlaku di Indonesia juga turut mendukung kesalahan dari pihak yang memiliki merk sama tersebut. Beberapa pasal tersebut adalah:
– Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Merk tahun 1961 menentukan, “hak atas suatu merek berlaku hanya untuk barang-barang sejenis dengan barang-barang yang dibubuhi merek itu.”
– Pasal 10 ayat 1 Undang-Undang Merek tahun 1961 “tuntutan pembatalan merek hanya dibenarkan untuk barang-barang sejenis.”
4.2      Etika Pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual dari Sudut Pandang Masyarakat Indonesia
Seperti yang telah tim penulis ceritakan di bab pendahuluan akan peran Indonesia sebagai salah satu anggota WTO yang secara tidak langsung menyatakan komitmen Indonesia akan memerangi segala bentuk pembajakan, pencurian yang mana dinyatakan melanggar hak kekayaan intelektual. Sayang sekali sejak UU itu dikeluarkan hingga sekarang belum ada kemajuan yang cukup signifikan akan perlindungan HKI.
Banyak sekali kasus akan pelanggaran HKI yang dilakukan oleh individu , misalkan saja penggunaan software komputer bajakan, pembelian DVD film maupun lagu bajakan,mengunduh lagu-lagu secara gratis, mengambil gambar orang lain dan kemudian menggunakannya secara pribadi maupun diupload di situs-situs sosial merupakan hal-hal kecil yang terjadi sehari-hari di masyarakat Indonesia, dan agaknya kebiasaan yang turun menurun ini kemudian menjadi sebuah budaya. Budaya yang kemudian dibenarkan oleh masyarakat Indonesia sebab tidak sadar akan apa salahnya melakukan hal-hal tersebut.
Pembelaan yang diungkapkan oleh masyarakat akan budaya pembajakan ini adalah ekonomi. Dengan keadaan ekonomi yang bisa dibilang kurang, maka masyarakat menengah ke bawah tentunya tidak mampu memenuhi kebutuhan akan hiburan maupun pendidikan yang mahal ketika mereka harus membeli barang ataupun lagu/film/ gambar yang asli.
Perlu dicermati bahwa saat ini Indonesia sudah mulai dinominasikan sebagai negara maju, bukan lagi negara berkembang. Ekonomi Indonesia yang berkembang pesat akhir-akhir ini (meskipun pada Agustus 2013 mulai terlihat gejolak krisis ekonomi) tidak juga meluruhkan budaya pembajakan dan pencurian HKI ini.
Dari budaya yang tampaknya sepele dan kecil ini, kemudian berkembang menjadi besar. Seperti pelanggaran HKI pada bisnis. Mulai dari bisnis kecil –menengah , misalkan saja di kota Malang pada tahun 2012 muncul bisnis minuman Capuccino Cincau yang hanya dijual di pinggir jalan kemudian diminati oleh masyarakat, seketika itu banyak sekali capuccino cincau – capuccino cincau yang lain tersebar di mana-mana, padahal mereka membajak ide tentang minuman tersebut hingga contoh kasus usaha skala besar seperti franchise ayam goreng.
4.3       Etika Pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual dari Sudut Pandang Konsumen
Banyaknya pengusaha yang memutuskan untuk menggeluti bisnis yang melanggar  hak kekayaan intelektual ini rupanya disebabkan oleh minat pasar atau minat konsumen yang besar pula. Buktinya sampai saat ini banyak sekali bisnis yang berjalan di bidang itu dan buktinya ramai-ramai saja dan bahkan terbilang sukses.
Saat ini marak sekali usaha produksi barang tiruan yang dikenal dengan nama KW yang marak terjadi di Indonesia. Mulai dari baju, kosmetik, sepatu, sandal dan lain-lain yang sudah jelas melanggar HKI. Tapi tampaknya hal ini bukan masalah besar bagi konsumen, mereka tetap saja membeli merk-merk gadungan tersebut. Konsumen tidak takut ataupun merasa bersalah membeli barang-barang KW , malah mencari dan menanti barang KW sebab harganya lebih murah, tetapi bisa mendapatkan nama dari merk terkenal. Memang sebagian besar konsumen ini adalah menengah ke bawah yang tidak begitu peduli akan HKI dan bisa dikatakan kurang menghargai hasil karya orang lain. Tetapi yang patut diperhitungkan adalah konsumen kelas menengah yang memiliki pilihan untuk membeli barang asli atau palsu. Dan dari observasi tim penulis baik dari observasi kehidupan nyata tim penulis, maupun observasi bisnis pasar online menunjukkan banyaknya permintaan pasar akan produk-produk tiruan.
Intinya bagi konsumen sah-sah saja bisnis yang menyalahi aturan HKI. Asalkan kebutuhan mereka akan barang yang kualitasnya lumayan, murah, dan tetap memiliki nama bergengsi bisa terpenuhi. Permasalahan hak yang terlanggar hampir tidak dipedulikan.
4.4      Dampak Pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual bagi Pelaku Bisnis
Dunia bisnis yang terkenal begitu kejam walaupun berisikan kalangan yang terpelajar dan eksekutif. Saatnya berkaca pada cermin Indonesia negara kita Dimana kita berada, saat ini begitu menjamur bisnis pribadi dan franchise. Bisa dilihat ada beberapa mungkin hampir semua bisnis propietory (perorangan) yang mengorbit di dunia bisnis dengan mengadopsi nama perusahaan bisnis dari luar negeri, bahkan sampai seluruh proses bisnisnya dan barang yang ditawarkan.
Pernahkah anda mendengar Frenta Cola, Oriorio, Blueberry, Balibong ? , mungkin anda kurang terlalu akrab dan asing mendengar merk tersebut, tentunya anda akan lebih sering mendengar Fanta, Coca Cola, Oreo, Blackberry dan Billabong. Merk diatas adalah jiplakan pelaku bisnis Indonesia yang meniru nama dari merk terkenal yang laku dipasaran luas.
Pada dasarnya para pelaku bisnis tersebut bukan tanpa alasan untuk melakukan suatu pelanggaran etika seperti itu, mereka sebenarnya sadar dan mungkin malah bermaksud melakukannya untuk kepentingan bagi kegiatan bisnisnya. Tim penulis akan mencoba mengupas apa sebenarnya dampak – dampak yang didapatkan oleh pelaku bisnis, baik dampak positif yang mana mendasari para pelaku bisnis ini menggeluti usaha yang melanggar HKI, maupun dampak negatifnya.
Dampak Positif bagi pelaku bisnis pelanggar HKI :
–        Dapat meningkatkan nilai jual produk
Dikarenakan mengadopsi nama dari salah satu Brand terkenal, maka dengan otomatis pamor dari usaha tadi juga ikut terangkat. Memang terkadang hal ini hanya bisa terjadi pada orang-orang yang tertipu atau kurang taunya informasi tentang pasar. Tetapi terkadang kalangan yang seperti itu lebih memilih produk tiruan tersebut dengan alasan bisa menikmati kualitas yang hampir sama dengan yang asli namun dengan harga yang jauh lebih murah. Dampak positif ini paling dirasakan ketika perusahaan menjual produk KW ( tiruan) yang juga menjiplak nama merk.
–       Permintaan konsumen yang tinggi
Salah satu alasan mengapa pelaku bisnis bidang ini membenarkan apa yang dilakukannya adalah karena tingginya permintaan konsumen yang terutama dari kelas menengah ke bawah. Karena tingginya permintaan inilah bisnis yang dilakukan menjadi beretika dan sah-sah saja di pandangan mereka.
–       Tuntutan memenuhi kebutuhan hidup
Tingginya rivalitas dan ketatnya kompetisi di dunia bisnis menyebabkan beberapa pihak terutama pemain bisnis skala kecil-menengah menjadi kalah bersaing dengan pemain bisnis kelas atas. Seperti pertandingan tinju kelas atas melawan kelas bawah, tentu saja mereka akan kalah telak. Sehingga alternatif untuk bertahan hidup adalah dengan menggeluti bisnis ini.
Dampak Negatif bagi pelaku bisnis pelanggar HKI :
–        Pandangan negatif konsumen
Terkadang ada beberapa konsumen yang mengerti akan kualitas, prestis dan memandang nilai etika akan lebih memilih produk yang asli. Realitanya tidak sedikit usaha-usaha tiruan ini gulung tikar dan sepi pembeli. Selain itu konsumen yang memandang negatif akan pembajakan ide bisnis kemungkinan besar akan melabeli pemilik usaha sebagai orang yang tidak beretika dan akibatnya masa depan bisnis pemilik pun terancam gagal.
–        Membunuh Kreatifitas
Semakin banyak perusahaan yang meniru maka perkembangan dunia bisnis khususnya industri, akan melemah dari sisi kompetensi keahlian kreativitas para pekerja. Padahal kreatifitas adalah salah satu unsur yang mempertahankan serta memajukan bisnis. Mungkin dalam jangka pendek usaha mereka berhasil, namun dalam jangka panjang belum tentu demikian.
–       Terancam ditindak pidana
Selama ini bisnis yang melakukan pelanggaran HKI masih bisa bertahan di Indonesia dikarenakan beberapa kemungkinan seperti tidak ditegakannya hukum secara tegas, korban penjiplakan tidak mengajukan tuntutan atau belum mendaftarkan hak ciptanya.
Ketika nantinya hukum sudah kembali ditegaskan ataupun korban mulai merasa terugikan maka jalan hukum pasti akan ditempuh, sehingga pemilik bisnis malah akan merugi sebab harus membayar ganti rugi ataupun tersanksi dipenjara.
4.5      Dampak Pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual bagi Masyarakat Indonesia
Peredaran barang illegal yang melanggar kekayaan intelektual dapat merugikan bagi pasar yang potensial dan juga masyarakat. Barang-barang yang diproduksi palsu dan dijual ke pasar, selain dapat merugikan para pencipta juga mengurangi pendapatan pajak negara dan penurunan kualitas barang yang dapat dinikmati oleh masyarakat. Masalah ini sudah menjadi sebuah tuntutan masyarakat Internasional terhadap bangsa dan negara Indonesia yang dinilai masih rendah dalam menghargai HAKI.
Kasus-kasus pencurian dan pelanggaran hak cipta tentunya sangat merugikan masyarakat itu sendiri. Pada tahun 2011,  Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM menilai bahwa pelanggaran hak cipta berpotensi merugikan negara melampaui 100 miliar rupiah. Dengan bukti ditanganinya 60 kasus berupa pemalsuan merek mauapun sengketa paten. Dalam kasus tersebut, kasus pelanggaran hak cipta lah yang paling sering di jumpai dan sangat merugikan negara serta masyarakat Indonesia.
Apabila terjadi suatu pelanggaran hak cipta oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab, maka pelanggaran itu harus diproses secara hukum sesuai dengan ketentuan undang-undang hak cipta UU No. 19 Tahun 2002 yang mengatur segala jenis pelanggaran serta ancaman hukumannya, baik secara perdata maupun pidana. UU ini hanya diberikan kepada pemilik pertama atas hak cipta. Apabila ada pihak lain ada yang mengaku sebagai pihak yang berhak atas hak cipta, maka pemilik pertama harus membuktikan bahwa dia sebagai pihak yang berhak atas hasil ciptaan tersebut.
Setiap pelanggaran hak cipta pasti akan merugikan pemiliknya dan kepentingan umum atau negara. Contohnya dalam kasus yang terjadi pada tahun 2001, menurut survey Asosiasi Industri Rekaman Indonesia, lebih dari 90% CD dan VCD merupakan bajakan atau pelanggaran hak cipta. Apabila pajak stiker per keeping VCd sekitar Rp 2.000.000,00 (menurut Surat Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor Kep. 552/PJ./2001), kerugian yang dialami oleh sektor pajak untuk bidang music mencapai 4 miliar rupiah perharinya. Uang miliaran rupiah itu tentu tidak dapat digunakan, sebab jumlah tersebut merupakan kerugian, bukanlah pendapatan negara. Bisa dibayangkan bukan apabila pendapatan negara sebanyak itu? Tentu kita tidak akan menemui gedung-gedung sekolah yang tidak layak pakai, puluhan ribu anak miskin yang tidak mampu bersekolah dan masih banyak lagi hal-hal lain yang bisa digunakan untuk kepentingan bersama.
Dampak dari kegiatan tindak pidana hak cipta tersebut telah sedemikian besarnya merugikan kehidupan bangsa di bidang ekonomi, hukum dan sosial budaya. Di bidang sosial budaya, misalnya dampak semakin maraknya pelanggaran hak cipta akan menimbulkan sikap dan pandangan bahwa pembajakan sudah merupakan hal yang biasa dalam kehidupan masyarakat dan tidak lagi merupakan tindakan melanggar undang-undang Pelanggaran hak cipta selama ini lebih banyak terjadi pada negara-negara berkembang karena ia dapat memberikan keuntungan ekonomi yang tidak kecil artinya bagi para pelanggar (pembajak) dengan memanfaatkan kelemahan sistem pengawasan dan pemantauan tindak pidana hak cipta.
Akibat dari pelanggaran tersebut, selain merugikan kepentingan para pencipta, juga masyarakat dan negara dalam penerimaan pajak atau devisa. Adanya hukum pidana sebenarnya di dasarkan pada tujuan ekonomi dan penegakan hukum, yaitu untuk mengurangi seminimal mungkin biaya sosial yang merugikan para korban akibat dari pelanggaran hak cipta itu sendiri. Artinya, hukum pidana diharuskan membayar biaya sosial yang sama jumlahnya dari pelanggaran yang di sebabkan pelanggaran dan biaya pencegahannya. Biaya sosial ini sangat dirasakan oleh para pencipta dan akan berdampak merugikan bagi perkembangan ilmu pengetahuan, seni dan satra. Karena para penciptanya menjadi tidak bergairah lagi untuk meningkatkan karya ciptanya.
Konklusinya betul bahwa permintaan pasar dan budaya Indonesia saat ini membenarkan pelanggaran HKI, tetapi dalam efek jangka panjangnya justru hal ini akan merugikan masyarakat dan negara dari sisi ekonomi, serta menurunkan derajat negara Indonesia sebagai negara hukum yang harusnya melindungi setiap warga yang hak nya terlanggar. Dan bukan tidak mungkin pula dalam jangka panjang Indonesia akan sepi investor asing dikarenakan isu etika ini dan kebutuhan masyarakat pun tidak terpenuhi.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1      Kesimpulan
Berdasarkan hasil dari pembahasan penulis akan mencoba memberikan kesimpulan untuk menjawab pertanyaan apakah pada akhirnya pelanggaran hak kekayaan intelektual ini dibenarkan atau tidak. Sesuai dengan hakikat bisnis yang berhubungan dengan beberapa stakeholder, maka etika benar atau salah pun terkait dengan aktor yang ada dalam lingkup primer dan sekunder dimana primer lebih berpengaruh dalam jalannya bisnis.
Pada stakeholder primer terdapat sudut pandang organisasi pelaku bisnis dan konsumen yang penulis bahas. Dari pembahasan terlihat bahwa tindakan pelanggaran hak kekayaan Intelektual ini dibenarkan oleh organisasi juga oleh konsumen. Organisasi membenarkan sebab keadaan ekonomi yang kurang kondusif serta keadaan pasar yang sangat mendukung adanya bisnis ilegal ini. Sedangkan konsumen membenarkan etika ini sebab belum adanya kesadarkan akan hak kekayaan intelektual serta didukung oleh budaya masyarakat.
Sedangkan pada lingkup sekunder penulis membahas pemerintah, dalam hal ini hukum dan masyarakat secara luas . Dari sisi pemerintah / hukum praktik bisnis ini jelas merupakan ilegal dan terlarang. Namun banyaknya celah dalam hukum serta dalam praktiknya hukum tidak tegas berdiri menjadikan argumen hukum menjadi lemah. Belum lagi dari pihak masyarakat secara luas terlihat bahwa budaya akan melanggar atau acuh akan hak kepemilikan intelektual sudah mendarah daging yang akhirnya menyuarakan bahwa praktik bisnis ini sah-sah saja.
Selain memperhatikan argumen etika benar salah pada kejadian saat ini, hendaknya kita mampu menarik konklusi akan etika benar salah dengan melihat dampak-dampak yang akan terjadi di masa mendatang. Dari segi dampak yang ditimbulkan dari tindakan pelanggaran hak kekayaan intelektual ini dibagi menjadi 2 yaitu dampak jangka pendek dan jangka panjang. Untuk jangka pendek pihak yang akan dirugikan adalah memang hanya pihak yang menjadi korban dari penjiplakan atau peniruan ide. Namun untuk jangka panjangnya tindakan ini sangat memungkinkan akan memberikan dampak yang merugikan bagi masyarakat, negara dan pelaku bisnis seperti yang telah dijelaskan pada bab IV.
5.2      Saran
5.2.1       Pemerintah
Pemerintah diharapkan dapat melakukan sosialisasi kepada masyarakat mengenai hak kekayaan intelektual sehingga masyarakat dapat mengerti hukum yang berlaku di Indonesia sekaligus memahami pentingnya hak kekayaan intelektual setiap individu maupun organisasi. Selain itu pelaksanaan dan pemberian ganjaran dilakukan dengan lebih tegas sehingga para pelaku bisnis tidak melakukan pelanggaran hak kekayaan intelektual. Selain itu pemerintah dapat juga membentuk sebuah badan hukum independen yang secara khusus bertugas mengatur dan mengawasi seluruh bisnis yang terdapat di Indonesia.
Dan penulis juga menyarankan pemerintah mempermudah akses pendaftaran HKI kepada pelaku bisnis UMKM dari sisi biaya dan juga prosesnya.
5.2.2       Masyarakat
Masyarakat disarankan lebih peduli akan tindakan pelanggaran HKI, baik dari pengawasan akan adanya usaha yang melanggar HKI juga mempraktikkan tindakan menghargai HKI dengan membeli produk yang asli.
5.2.3       Pelaku Bisnis
Bagi para pelaku bisnis sebaiknya mendaftarkan bisnisnya sehingga bisnis yang dimiliki terlindung oleh hukum serta mengurangi adanya pelanggaran hak kekayaan intelektual yang dilakukan oleh pihak lain. Selain itu pelaku bisnis diharapkan memiliki rasa yang kreatif dan inovatif sehingga menciptakan ide-ide bisnis yang baru tanpa melakukan peniruan dari bisnis yang telah ada mengingat kerugian-kerugian yang didapatkan apabila praktik pelanggaran HKI tetap dilaksanakan.
5.2.4       Penulis dan peneliti selanjutnya
Untuk penulis serta peneliti selanjutnya diharapkan dapat secara lebih detail dalam membahas persoalan pelanggaran hak kekayaan intelektual serta melengkapi hal-hal yang tidak tercantum pada makalah ini.
Daftar pustaka
Hukum Tentang Perlindungan Hak Milik Intelektual Dalam Menghadapi Era Globalisasi. Syafrinaldi. 2010. UIR Press. ISBN 979-8885-40-6
Saidin, H. OK. S.H., M. Hum, Aspek Hukum Hek Kekayaan Intelektual (Intellectual
PropertyRights), Edisi Revisi 6PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007.
Online, Assese Kevin (2008), Dampak Pelanggaran Hak Cipta, http://kevint-blog.blogspot.com/2008/08/dampak-pelanggaran-hak-cipta_25.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar