Minggu, 09 April 2017

Hak Merk Dagang



Perlindungan Hukum Hak Merek Dagang (Trademarks)
Dalam Hak Kekayaan Intelektual

Dosen Pembimbing: Jaenudin Umar,SH,MH
Disusun Oleh:
Suherlan          114020094
Semester/Kelas:   3/Manajemen C




Fakultas Ekonomi
Program Studi Manajemen
Universitas Swadaya Gunung Jati Cirebon
Tahun Ajaran 2015/2016


KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat, taufik, dan hidayahnya sehingga kami dapat menyusun makalah yang berjudul “Perlindungan Hukum Hak Merek Dagang Dalam Hak Kekayaan Intelektual” ini.. Shalawat serta salam senantiasa selalu tercurahkan kepada junjungan baginda Nabi Muhamad SAW yang telah membawa kita kejalan yang lurus seperti yang kita rasakan sekarang ini.Dan juga semoga tertuju kepada para pengarang yang ikhlas,para orang-orang sholeh,para suhada,para waliyullah,para sahabat,tabi’in wa bil khusus para alim ulama yang mengamalkan ilmunya.
Makalah ini disusun dengan tujuan untuk memberikan pendidikan terhadap kita tentang pentingnya perlindungan hokum hak merek dagang dalam hak kekayaan intelektual, dan dimana diharapkan kita bisa mengambil pelajaran dan manfaat dari makalah kami serta bisa mengembangkan kompetensi dalam pengetahuan dan pembelajaran tentang Hak merek dagang ini.
Walaupun kami telah menyusun makalah ini dengan upaya yang sungguh-sungguh,karena berbagai keterbatasan kami, makalah ini masih memiliki sejumlah kekurangan.Sehubungan dengan hal tersebut, kami mohon maaf atas kekurangan dalam pembuatan makalah ini.
Selanjutnya kami menyadari bahwa dalam makalah ini masih jauh dari kesempurnaan oleh karena itu kami mengharapkan sumbangsinya berupa saran dan kritikan yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini.
            Semoga makalah ini bermanfaat dan dapat menambah cakrawala berpikir bagi kami dan khususnya bagi para pembaca. Amin.


Cirebon , 18 Oktober 2015


                                                                                    Penulis



Daftar Isi
Perlindungan Hukum Hak Kekayaan Intelektual
Kesimpulan
Daftar Pusaka

 













BAB 1                   

PENDAHULUAN

1.1       Latar Belakang Masalah

Dalam perkembangan perekonomian dunia yang berlangsung sangat cepat, arus globalisasi dan perdagangan bebas serta kemajuan teknologi, telekomunikasi dan informasi telah memperluas ruang gerak transaksi barang dan atau jasa yang ditawarkan dengan lebih bervariasi, baik barang dan jasa produksi dalam negeri maupun barang impor. Oleh karena itu, barang dan jasa produksi merupakan suatu hasil kemampuan dari kreativitas manusia yang dapat menimbulkan Hak Kekayaan Intelektual (HKI).
HKI adalah kekayaan manusia yang tidak berwujud nyata tetapi berperan besar dalam memajukan peradaban  umat  manusia,  sehingga perlindungan HKI diberikan oleh negara untuk merangsang minat para Pencipta, Penemu, Pendesain, dan Pemulia, agar mereka dapat lebih bersemangat dalam menghasilkan karya-karya intelektual yang baru demi kemajuan masyarakat.
Pada dasarnya HKI merupakan suatu hak yang timbul sebagai hasil kemampuan intelektual manusia dalam berbagai bidang yang menghasilkan suatu proses atau produk yang bermanfaat bagi umat manusia. Karya-karya di bidang ilmu pengetahuan, seni, sastra, ataupun invensi di bidang teknologi merupakan contoh karya cipta sebagai hasil kreativitas intelektual manusia, melalui cipta, rasa, dan karsanya. Karya cipta tersebut menimbulkan hak milik bagi pencipta atau penemunya.
Pengelompokkan HKI menurut Bambang Kesowo, menyatakan bahwa HKI pada intinya terdiri dari beberapa jenis yang secara tradisional dipilih dalam dua (2) kelompok, yaitu: Hak  Cipta (Copyright),  dan  Hak  atas  Kekayaan Industri (industrial property) yang berisikan : Paten, Merek, Desain Produk Industri, Persaingan Tidak Sehat, Tata Letak Sirkuit
Dalam perkembangannya, HKI telah memiliki pengaturan di Indonesia adalah:
1.   Merek diatur dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1961 yang telah dicabut dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1992   jo. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1997. Tahun 2001 telah dikeluarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek yang mencabut ketentuan Undang-Undang Merek lama.
2.   Paten  diatur  dalam  Undang-Undang  Nomor  6  Tahun  1989  diubah  dengan  Undang- Undang Nomor 13 Tahun 1997, kemudian dicabut dengan dikeluarkannya Undang- Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten.
3.   Hak Cipta diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1982 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1987 dan diubah lagi dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1997, terakhir dicabut dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002.
4.   Persaingan  Tidak  Sehat,  Undang-Undang  Nomor  5  Tahun  1999  tentang  Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat.
5.   Desain Industri diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000.
6.   Undisclosed Information/ Rahasia Dagang yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 3Tahun 2000
7.   Topography Right (Semi konduktor) (Tata Letak Sirkuit Terpadu) diatur dalam Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2000.
Latar   belakang   lahirnya   Undang-Undang   Merek   antara   lain didasari munculnya arus globalisasi di segenap aspek kehidupan umat manusia, khususnya di bidang perekonomian dan perdagangan. Perkembangan pesat di bidang teknologi informasi dan transportasi mendorong  tumbuhnya  integrasi  pasar  perekonomian  dan  perdagangan global.
Hak atas merek suatu produk akan menjadi sangat penting yaitu dari segi perlindungan hukum, karenanya untuk mendirikan dan mengembangkan merek produk barang atau jasa dilakukan dengan susah payah, mengingat dibutuhkannya juga waktu yang lama dan biaya yang mahal untuk mempromosikan merek agar dikenal dan memperoleh tempat di pasaran. Salah satu cara untuk memperkuat sistem perdagangan yang sehat dalam mengembangkan merek dari suatu produk barang atau jasa, yaitu dengan melakukan perlindungan hukum terhadap pendaftaran merek
Salah satu prinsip umum HKI adalah melindungi usaha intelektual yang bersifat kreatif berdasarkan pendaftaran. Secara umum, pendaftaran merupakan salah satu syarat kekayaan intelektual yang dihasilkan oleh seseorang. Beberapa cabang HKI yang mewajibkan seseorang untuk melakukan pendaftaran adalah Merek, Paten, Desain Industri, Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu, dan Perlindungan Varietas tanaman. Sedangkan 2 (dua) cabang HKI lainnya yaitu Hak Cipta dan Rahasia Dagang tidak wajib untuk  mendapatkan  perlindungan. Hal  ini  sebagaimana  yang  termuat dalam  Pasal 3 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek, yaitu dengan melakukan pendaftaran hak atas merek.
Dengan didaftarkannya merek, pemiliknya mendapat hak atas merek yang dilindungi oleh hukum. Dalam Pasal 3 tersebut, dinyatakan bahwa hak atas merek adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada pemilik merek yang terdaftar dalam      Daftar   Umum   Merek   untuk   jangka   waktu   tertentu   dengan menggunakan sendiri merek tersebut atau memberikan izin kepada pihak lain untuk menggunakannya. Kemudian Pasal 4 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek, menyatakan bahwa merek tidak dapat didaftar atas dasar permohonan yang diajukan oleh pemohon yang beritikad tidak baik. Dengan demikian, hak atas merek memberikan hak yang khusus kepada pemiliknya untuk menggunakan, atau memanfaatkan merek terdaftarnya untuk barang atau jasa tertentu dalam jangka waktu tertentu pula. Perlindungan   hukum   lainnya   juga   diberikan   sesuai   dengan ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor  15 Tahun 2001 Tentang Merek, yaitu sebagaimana yang termuat dalam Pasal 76 ayat (1) dan ayat (2) yang menyatakan bahwa pemberian hak kepada pemegang merek  yang  dilanggar   haknya   dapat   melakukan   gugatan   kepada   si pelanggar hak atas merek baik secara pidana maupun perdata. Pada dunia usaha para produsen memberikan tanda atau citra tersendiri pada barang dan jasa hasil produksi produk mereka yang dikenal dengan istilah merek. Merek digunakan untuk membedakan suatu produk dengan produk lain, terutama untuk barang atau jasa yang sama dan sejenis.
Pengertian Merek banyak macamnya. Beberapa diantaranya yang terpenting adalah :
1.   Merek adalah suatu tanda, yang dapat berupa: gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka- angka, warna-warna, kombinasi warna, atau kombinasi dari diatas (Budi Santoso, 2009).
2.   Merek adalah suatu tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa.Para pemilik merek yang telah terdaftar akan mendapatkan Hak Merek, yaitu hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada pemilik merek yang terdaftar dalam Daftar Umum Merek. Berdasarkan Hak Merek tersebut, para pemilik Merek akan mendapatkan perlindungan hukum sehingga dapat mengembangkan usahanya dengan tenang tanpa takut Mereknya diklaim oleh pihak lain
Perlindungan terhadap hak atas merek bagi pemegang merek di Indonesia akhir- akhir  ini  masih  sering  dijumpai  adanya  pelanggaran  terhadap hak  atas  merek  tersebut. Pelanggaran tersebut terjadi sejak dahulu sampai sekarang dengan menggunakan teknologi yang lebih maju dan dilakukan oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab.

1.2      Perumusan Masalah

Berdasarkan    latar    belakang    tersebut    maka    dapat    diambil    beberapa permasalahan yaitu :
1.      Bagaimana penjelasan tentang reformasi hukum HAKI di Indonesia?
2.      Apa definisi dari Hak Merek Dagang?
3.      Bagaimana upaya negara untuk memberikan perlindungan hukum bagi pemegang Merek?
4.      Apakah keuntungan dan kerugian antara merek yang terdaftar dan yang tidak terdaftar?
5.      Ketentuan-ketentuan pidana tehadap pelanggaran hak merek

1.3      Tujuan Masalah

Tujuan dari pembuatan makalah ini,yang berjudul Perlindungan Hukum Hak Merek Dagang berdasarkan rumusan masalah diatas adalah untuk membahas hal-hal yang sesuai dengan permasalahan yang diajukan antara lain:
1.      Untuk mengetahui Pengertian HaKI.
2.      Untuk mengetahui Pengertian Hak Merek Dagang.
3.      Untuk mengetahui Perlindungan HukumHak Merek Dagang  di Indonesia
4.      Untuk mengetahui Ketentuan Tindak Pidana Pelanggaran Hak Merek Dagang.

BAB 2                   

Pembahasan

2.1      Reformasi Hak Atas Kekayaan Intelektual

Undang-undang mengenai HAKI pertama kali ada di Venice, Italia yang menyangkut masalah paten pada tahun 1470. Penemu-penemu yang muncul dalam kurun waktu tersebut dan mempunyai hak monopoli atas penemuan mereka diantaranya adalah Caxton, Galileo dan Guttenberg. Hukum-hukum tentang paten tersebut kemudian diadopsi oleh kerajaan Inggris tahun 1500-an dan kemudian lahir hukum mengenai paten pertama di Inggris yaitu Statute of Monopolies (1623). Amerika Serikat baru mempunyai undang-undang paten tahun 1791. Upaya harmonisasi dalam bidang HAKI pertama kali terjadi tahun 1883 dengan lahirnya Paris Convention untuk masalah paten, merek dagang dan desain. Kemudian Berne Convention 1886 untuk masalah copyright atau hak cipta. Tujuan dari konvensi-konvensi tersebut antara lain standarisasi, pembahasan masalah baru, tukar menukar informasi, perlindungan mimimum dan prosedur mendapatkan hak. Kedua konvensi itu kemudian membentuk biro administratif bernama The United International Bureau For The Protection of Intellectual Property yang kemudian dikenal dengan nama World Intellectual Property Organisation (WIPO). WIPO kemudian menjadi badan administratif khusus di bawah PBB yang menangani masalah HAKI anggota PBB. Sebagai tambahan pada tahun 2001 WIPO telah menetapkan tanggal 26 April sebagai Hari Hak Kekayaan Intelektual Sedunia. Setiap tahun, negara-negara anggota WIPO termasuk Indonesia menyelenggarakan beragam kegiatan dalam rangka memeriahkan Hari HAKI Sedunia.
      Di Indonesia, HAKI mulai populer memasuki tahun 2000 – sekarang. Tetapi ketika kepopulerannya itu sudah mencapa puncaknya, grafiknya menurun. Ketika mengalami penurunan, muncul lah hukum siber (cyber), yang ternyata perkembangan dari HAKI itu sendiri. Jadi, HAKI akan terbawa terus seiring dengan ilmu-ilmu yang baru. seiring dengan perkembangan teknologi informasi yang tidak pernah berhenti berinovasi. Peraturan perundangan HAKI di Indonesia dimulai sejak masa penjajahan Belanda dengan diundangkannya: Octrooi Wet No. 136; Staatsblad 1911 No. 313; Industrieel Eigendom Kolonien 1912; dan Auterswet 1912 Staatsblad 1912 No. 600. Setelah Indonesia merdeka, Menteri Kehakiman RI mengeluarkan pengumuman No. JS 5/41 tanggal 12 Agustus 1953 dan No. JG 1/2/17 tanggal 29 Agustus 1953 tentang Pendaftaran Sementara Paten.
        Pada tahun 1961, Pemerintah RI mengesahkan Undang-undang No. 21 Tahun 1961 tentang Merek. Kemudian pada tahun 1982, Pemerintah juga mengundangkan Undang-undang No. 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta. Di bidang paten, Pemerintah mengundangkan Undang-undang No. 6 Tahun 1989 tentang Paten yang mulai efektif berlaku tahun 1991. Di tahun 1992, Pemerintah mengganti Undang-undang No. 21 Tahun 1961 tentang Merek dengan Undang-undang No. 19 Tahun 1992 tentang Merek.
Dengan semakin dijamin perlindungan HAKI di Indonesia maka semakin banyak orang yang akan menghasilkan karya intelektual dan diharapkan dapat pula menggerakan pemasukan berupa pajak kepada Negara. Subtansi pengaturan undang-undang HAKI yang baru sebagai berikut:
1.      Perubahan delik bisa menjadi delik aduan terhadap pelanggaran pidana atas HAKI.
Dalam 5 (lima) undang-undang baru bidang HAKI maka pelanggaran pidana terhadap HAKI dikategorikan sebagai delik aduan. Oleh karena itu, dugaan terjadinya suatu tindak pidana pelanggaran HAKI hanya dapat dilakukan penyidik dan pemeriksaan di pengadilan jika ada pengaduan dari pihak yang merasa dirugikan. Perubahan jenis delik pidana HAKI ini juga disebabkan bahwa pada prinsipnya aspek perdata dari HAKI lebih mengemuka dibandingkan dengan aspek pidananya. Oleh karena itu di dimungkinkan terjadinya proses perdamaian antara pihak dalam hal terjadinya tindak pidana HAKI. Dengan adanya perubahan jenis delik pelanggaran HAKI ini maka yang pasti akan mempermudah kerja dari penegak hokum dalam mengatasi pelanggaran HAKI,selain itu biaya yang akan dikeluarkan dalam menyelesaikan tindak pidana HAKI dengan sendirinya akan berkurang.
2.      Perubahan terhadap sanksi pidana
Didalam undang-undang Merek dan Paten yang baru, sanksi pidana penjara dikurangi menjadi paling lama 5 (lima) tahun dari sebelumnya 7 (tujuh) tahun untuk tindak pidana merek, paling lama 5(lima) tahun dari sebelumnya 7(tujuh)tahun untuk tindak pidana paten. Namun ,besarnya denda menurut undang-undang yang baru dinaikkan menjadi paling banyak  sebesar Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dari sebelumnya sebesar Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) untuk tindak pidana merek dan denda paling banyak sebesar Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dari sebelumnya sebesar Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) untuk tindak pidana paten. Dengan adanya ancaman hukuman denda yang berat tersebut,diharapkan pelanggaran HAKI bisa berkurang.
3.      Penyelesaian sengketa HAKI di Pengadilan Niaga.
Penyelesaian sengketa merupakan hal yang tidak kalah  strategis dalam hal pengelolaan sistem HAKI. Undang-undang HAKI yang baru (selain Undang-undang Rahasia Dagang)telah melakukan terobosan baru dalam penyelesaian sengketa di bidang HAKI yang arahnya dimaksudkan untuk mempercepat proses peradilan dalam sengketa di bidang HAKI,yaitu dengan memanfaatkan peranan Pengadilan Niaga dalam rangka menyelesaikan sengketa perdata di bidang HAKI. Hal ini didasarkan karena dibidang HAKI sangat berkaitan dengan dunia usaha. Untuk itu dibutuhkan penyelesaian perkara yang cepat,karenanya membutuhkan institusi peradilan khusus.Selain itu undang-undang HAKI yang baru juga mengatur mengenai tata cara penyelesaian perkara dengan jangka waktu yang spesifik dan relative pendek.
 Ada keinginan kuat dari undang-undang HAKI agar penyelesaian sengketa melalui Pengadilan niaga ini dapat berjalan dalam waktu yang cepat dan tidak bertele-tele. Undang-undang HAKI mengatur bahwa gugatan harus telah diputuskan dalam waktu 90 (Sembilan puluh) hari sejak gugatan diterima pengadilan niaga dan hanya dapat diperpanjang selama 30 (tiga puluh) hari dengan persetujuan Mahkamah Agung. Selain itu terhadap putusan Pengadilan Niaga hanya dapat dilakukan upaya hukum kasasi yang harus telah diputus oleh Mahkamah Agung dalam waktu 90 (Sembilan puluh) hari sejak permohonan kasasi diterima. Oleh karena itu,proses penyelesaian sengketa perdata melalui Pengadilan Niaga adalah lebih kurang 180 (seratus delapan puluh) hari sampai dengan adanya putusan Mahkamah Agung yang berkekuatan hokum tetap. Dengan semakin cepat selesainya suatu perkara dipengadilan maka dengan sendirinya yang akan dikeluarkan untuk menyelesaikan perkara perdata oleh pihak-pihak yang bersengketa tentu akan berkurang pula,begitu pula beban biaya yang harus dikeluarkan oleh pihak pengadilan.
4.      Penetapan Sementara Pengadilan
Undang-undang HAKI yang baru memperkenalkan rezim  huum baru dalam hokum acara perdata yang dianut di Indonesia sebelumnya tidak dikenal,yaitu penerapan lembaga Penetaan Sementara Pengadilan yang dalam perjanjian TRIPs dikenal dengan istilah injuctions. Lembaga hokum yang berbeda dengan putusan provisi yang dikenal dalam hokum acara perdata kita. Putusan provisi dijatuhkan setelah gugatan didaftarkan,sedangkan Penetapan Sementara dikeluarkan atas permohonan pemilik HAKI sebelum adanya gugatan pokok. Selain itu Penetapan Sementara seperti halnya sebuah putusan,serta merta langsung dieksekusi. Berdasarkan bukti yang cukup dan menyakinkan,maka pihak yang dirugikan dapat meminta HAKI Pengadilan Niaga untuk menerbitkankan penetapan sementara tentang:
-          Pencegahan masuknya produk yang berkaitan dengan pelanggaran HAKI
-          Penyimpanan bukti yang berkaitan dengan pelanggaran HAKI
Adanya ketentuan mengenai Penetapan Sementara ini diharapkan dapat mengurangi kerugian yang telah terjadi yang diderita oleh pemegang HAKI yang sesungguhnya.
5.      Lamanya Proses Pendaftaran
Dari seluruh perubahan yang ada,proses penyelesaian permohonan pendaftaran untuk merek dan paten mengalami perubahan yang sangat mendasar. Berdasa\rkan Undang-Undang Merek yang lama akan proses pendaftaran merek dapat diselesaikan dalam waktu 16 bulan,sedangan berdasarkan Undang-Undang Merek yang baru maka penyelesaiannnya dipersingkat menjadi paling lama 14 bulan 10hari. Hal itu dimaksudkan untuk mempersingkat jangka waktu pemeriksaan subtantif agar sejalan dengan konsep dalam rangka meningkatkan layanan kepada masyarakat. Karena dapat disimpulkan bahwa percepatan proses penyelesaian permohonan merek ini tidak lain adalah untuk memberikan kepastian hokum bagi para pendaftar serta mengurangi biaya yang harus dikeluarkan oleh seseorang guna mendaptaka  perlindunag  hokum atas karya intelektualnya.

2.2      Definisi Hak Merek Dagang

Pengertian Hak Merek Dagang adalah merek yang digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan barang-barang yang sejenis lainnya. Apabila suatu hak merek dagang digunakan secara sah, yakni melakukan pendaftaran hak merek maka kepada pemilik hak merek tersebut akan diberi hak atas merek dagang.
Hak atas merek dagang adalah hak ekslusif yang diberikan oleh negara kepada pemilik yang melakukan pendaftaran hak merek dagang yang terdaftar dalam Daftar Umum Hak Merek Dagang untuk jangka waktu tertentu dengan menggunakan sendiri hak merek dagang tersebut atau memberikan izin kepada pihak lain untuk menggunakannya.
Kecuali secara tegas dinyatakan lain, yang dimaksud dengan pihak dalam UU Hak Merek Dagang adalah seseorang, beberapa orang secara bersama-sama, atau badan hukum. Hal ini berarti satu Hak merek dagang dapat dimiliki oleh satu orang atau lebih atau badan hukum. Bahkan dalam UU hak merek tidak secara tegas menentukan bahwa satu hak merek dapat dimiliki secara bersama-sama oleh lebih dari satu badan hukum, hal tersebut tetap dibolehkan karena status hukum dari suatu badan hukum adalah sama dengan orang.
Hak Merek Dagang dinyatakan sebagai hak ekslusif karena hak merek dagang tersebut merupakan hak merek dagang yang sangat pribadi bagi pemiliknya dan diberi hak untuk menggunakan sendiri atau memberi izin kepada orang lain untuk menggunakan sebagaimana ia sendiri menggunakannya. Pemberian izin oleh pemilik hak merek dagang kepada orang lain ini berupa pemberian lisensi, yakni memberikan izin kepada orang lain untuk jangka waktu tertentu menggunakan hak merek dagang tersebut sebagaimana ia sendiri menggunakannya.

2.3      Perlindungan Hukum Bagi Merek

Sebagaimana diketahui, bahwa perlindungan merek di Indonesia, semula diatur dalam Reglement Industriele Eigendom Kolonien 1912, yang kemudian diperbaharui dan diganti dengan Undang-undang Nomor 21 Tahun 1961 tentang Merek Perusahaan dan Merek Perniagaan (disebut pula Undang-Undang Merek 1961). Adapun pertimbangan lahirnya Undang-Undang Merek 1961 ini adalah untuk melindungi khalayak ramai dari tiruan barang-barang yang memakai suatu merek yang sudah dikenalnya sebagai merek barang-barang yang bermutu baik. Selain itu, Undang-Undang Merek 1961 juga bermaksud melindungi pemakai pertama dari suatu merek di Indonesia.
Merek atas barang lazim disebut sebagai merek dagang,yaitu merek yang digunakan/ditempelkan pada barang yang diperdagangkanoleh seseorang atau beberapa orang,badan hokum. Merek jasa adalah merek yang digunakan pada jasa yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang,atau badan hokum. Merek sebgai tanda pembeda dapat berupa nama,kata,gambar,huruf,angka,susunan warna atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut.
Kebijakan keputusan yang melatarbelakangi perlindungan merek yang mencakup perlindungan terhadap pembajakn merek telah menjadi dunia,sebagaiman disampaikan dari kata-kata Prof.Mccarthy yang menyatakan bahwa Policies of consumer protection,property rights,economic efficiency and unusual concepts of justice underlie the law of trademarks
Negara-negara Asia dan Asia Pasifik memberikan lingkup perlindungan yang paling luas bagi pemilik merek melalui proses regristrasi. Walaupun pemakian suatu merek didalam suatu wilayah dapat memberikan pemilik merek beberapa tingkat perlindungan Undang-Undang Persaingan curang. Namun,undang-undang ini cenderung merupakan suatu cara yang umum,yang agaknya lemah dan mengharuskan pemilik merek untuk menyerahkan bukti reputasi yang luas. Ada beberapa tanda yang tidak boleh dijadikan merek,yakni sebagai berikut:
a.       Tanda yang tidak memiliki tanda pembeda,misalnya hanya sepotong garis,garis-garis yang rumit,atau garis yang kusut.
b.      Tanda yang bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban hokum,misalnya gambar  porno,gambar yang menyinggung perasaan keagamaan.
c.       Tanda berupa keterangan barang, misalnya merek kacang untuk produk kacang.
d.      Tanda yang telah menjadi milk umum,misalnya tanda lalu lintas.
e.       Kata-kata umum,misalnya kata rumah atau kota.
Perlindungan atas merek atau Hak atas Merek adalah hak eksklusif yang diberikan Negara kepada pemilik Merek yang terdaftar dalam daftar umum Merek. Untuk jangka waktu tertentu ia menggunakan sendiri merek tersebut maupun member izin kepada seseorang,beberapa orang secara bersama-sama,atau Badan Hukum untuk menggunakannya.   
Selanjutnya, pengaturan hukum merek yang terdapat dalam Undang-Undang Merek 1961, diperbaharui dan diganti lagi dengan Undang-undang Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek (selanjutnya disebut Undang-undang Merek 1992), yang mulai berlaku sejak tanggal 1 April 1993. Dengan berlakunya Undang-undang Merek 1992, Undang-undang Merek 1961 dinyatakan tidak berlaku lagi. Pada prinsipnya Undang-Undang Merek 1991 telah melakukan penyempurnaan dan perubahan terhadap hal-hal yang berkaitan dengan merek, guna disesuaikan dengan Paris convention.
Undang-undang Nomor 19 Tahun 1992, disempurnakan lagi dengan Undang-undang Nomor 14 Tahun 1997. Penyempurnaan undang-undang terus dilakukan, hingga sekarang diberlakukan Undang-undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 110, Tambahan Lembaran Negara Tahun 4131), yang mulai berlaku sejak tanggal 1 Agustus 2001. Untuk lebih mengetahui tentang merk itu, maka penulis menyajikan teori pengertian merek dari yakni :
  1. Berdasarkan Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 Bab 1 Pasal 1 Ayat 1 Merek adalah Tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa.
  2. Menurut Philip Kotler (2000 : 404), menyatakan bahwa: “Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan dan jasa.”
  3. Adapun pengertian merk menurut Djaslim Saladin (2003 : 84), menyatakan bahwa: “Merk adalah suatu nama, istilah, tanda, lambang atau desain, atau gabungan semua yang diharapkan mengidentifikasikan barang atau jasa dari seorang penjual atau sekelompok penjual, dan diharapkan akan membedakan barang atau jasa dari produk pesaing.”
  4. Selanjutnya menurut DR. Buchori Alma (2000:105) : “Merek adalah  tanda atau simbol yang memberikan identitas suatu barang atau jasa tertentu yang dapat berupa kata-kata, gambar atau kombinasi keduanya.”
  5. Menurut Kotler (2000:404) ada enam pengertian yang dapat disampaikan melalui suatu merek :
  1. Atribut: Sebuah merek menyampaikan atrribut-atribut tertentu.
  2. Manfaat: Ada manfaat yang bisa diambil dari merek tersebut yang akan dikembangkan menjadi manfaat fungsional atau emosional.
  3. Nilai: Merek menunjukan nilai produsen.
  4. Budaya: Merek menunjukan budaya tertentu.
  5. Kepribadian
    Merek mencerminkan kepribadian tertentu. Jika merek merupakan orang, binatang, atau suatu obyek.
  6. Pemakai: Merk menunjukan jenis konsumen yang membeli atau yang menggunakan produk tersebut.
Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa semua definisi mempunyai pengertian yang sama mengenai merek yakni salah satu atribut yang penting dari sebuah produk, dimana merek suatu produk dapat memberikan nilai tambah bagi produk tersebut. Merek tidak hanya sebuah nama bagi produk, tetapi lebih dari itu merupakan identitas untuk membedakan dari produk-produk yang dihasilkan dari perusahaan lain. Dengan identitas khusus, produk tertentu akan lebih mudah dikenali oleh konsumen dan pada gilirannya tentu akan memudahkan pada saat pembelian ulang produk tersebut. Pada dasarnya merek terdiri dari dua bagian yaitu bagian yang dapat diucapkan yaitu nama merek, dan bagian yang dapat dikenali tetapi tidak dapat diucapkan yaitu tanda merek.
Dengan adanya merk, dapatlah membuat produk yang satu beda dengan yang lain sehingga diharapkan akan memudahkan konsumen dalam menentukan produk yang akan dikonsumsinya berdasarkan berbagai pertimbangan serta menimbulkan kesetiaan terhadap suatu merek (brand loyalty). Kesetiaan konsumen terhadap suatu merek atau brand yaitu dari pengenalan, pilihan dan kepatuhan pada suatu merek.
Merk dapat dipahami lebih dalam pada tiga hal berikut ini :
  1. Contoh brand name (nama) : nintendo, aqua, bata, rinso, kfc, acer, windows, toyota, zyrex, sugus, gery, bagus, mister baso, gucci, c59, dan lain sebagainya.
  2. Contoh mark (simbol) : gambar atau simbol sayap pada motor honda, gambar jendela pada windows, gambar kereta kuda pada california fried chicken (cfc), simbol orang tua berjenggot pada brand orang tua (ot) dan kentucky friend chicken (kfc), simbol bulatan hijau pada sony ericsson, dan masih banyak contoh-contoh lainnya yang dapat kita temui di kehidupan sehari-hari.
  3. Contoh trade character (karakter dagang) : ronald mcdonald pada restoran mcdonalds, si domar pada indomaret, burung dan kucing pada produk makanan gery, dan lain sebagainya.
1.      A.     Perlindungan Merek di Pasar Nasional Maupun Internasional Merek Dagang Kolektif dan Sertifikasi
Tentu saja perusahaan-perusahaan kecil yang memproduksi barang bermutu tertarik untuk melindungi Merek Dagang mereka secara nasional maupun internasional meski sumber-sumber untuk melaksanakan tujuan ini sering mengalami hambatan dengan alasan barang bermerek yang paling terkenal sudah dibuat secara kolektif dan sertifikasi. Melalui perlindungan yang diberikan oleh WTO untuk menempatkan asal produksi,telah memungkinkan bermacam-macam bisnis usaha untuk mempromosikan merek berkualitas tinggi. Promosi tentu mensyaratkan tidak hanya program promosi,tetapi juga pengawasan mutu dan pelindungan secara seksama untuk merek dagang.
Pertimbangan sebaliknya berlaku bila strategi pemasaran memasuki suatu pasar mulai dari bawah dengan mempromosikan suatu produk bermerek, tetapi dengan harga murah. Hal ini menjadi sangat sulit,meskipun ada usaha melanggar penggunaan merek dagang yang sudah ada saat ini dan akan bermasalah dengan aparat pabean. Tingkat perlindungan secara umum menyurutkan kegiatan usaha diseluruh dunia. Aparat pabean telah menjadi pelaksana peraturan perdagangan termasuk perlindungan intelektual. Merek sertifikasi secara khusus memungkinkan produk-produk membuat reputasi dan mencegah kecurigaan-kecurigaan dimana produk itu dibuat dibawah kondisi yang tidak mengntungkan. Meskipun dalam beberapa kasus sekarang telah menjadi umum dan dimana pembelaan merek dagang regional telah memungkinkan usaha local,sering dari daerah-daerah kurang berkembang,membentuk dan mempromosikan merek sertifikasi kolektif daerah mereka. Scotch whiski,Swiss keju,jam Swatch adalah contohnya.

2.4       Perlindungan Hukum bagi Pemegang Merk Terkenal

Menurut Sudikno Mertokusumo memberikan gambaran terhadap pengertian Perlindungan hukum , yaitu segala upaya yang dilakukan untuk menjamin adanya kepastian hukum yang didasarkan pada keseluruhan peraturan atau kaidah-kaidah yang ada dalam suatu kehidupan bersama. Keseluruhan peraturan itu dapat dilihat baik dari Undang-Undang maupun Ratifikasi Konvensi Internasional. Berdasarkan uraian diatas, maka penulis beranggapan bahwa perlindungan hak kekayaan intelektual khususnya terhadap Merk Terkenal bersifat preventif dan repressif.
  • Perlindungan secara preventif dititkberatkan pada upaya untuk mencegah agar merk terkenal tidak dapat dipakai oleh orang lain secara salah. Upaya itu dapat berupa :
  1. Penolakan pendaftaran oleh kantor Merk
  2. Pembatalan Merk terdaftar yang melanggar hak merk orang lain. Akibat kesalahan pendaftaran yang dilakukan oleh petugas kantor merk, suatu merk yang seharusnya tidak dapat didaftar tetapi akhirnya didaftar dalam daftar umum merk(DUM) yang mengesahkan merk tersebut. Padahal merk tersebut jelas-jelas melanggar merk orang lain, karena berbagai hal antara lain mirip atau sama dengan merk lain yang telah terdaftar sebelumnya.
  • Perlindungan secara Represif dititikberatkan pada pemberian hukuman kepada barang siapa yang telah melakukan kejahatan dan pelanggaran merk sebagaimana diatur dalam pasal 90, 91, 94 Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merk.
1.      C.  Perlindungan Hukum Merek Bagi Investor
Kerja keras pemerintah untuk menarik investor asing berinvestasi di Indonesia mutlak diperlukan sebagai salah satu akselerator roda perekonomian. Untuk menarik investor asing tentunya diperlukan kepastian hokum untuk kelangsungan usahanya. Perlindungan merek adalah salah satubentuk kepastian hukum yang dibutuhkan investor ,baik dalam maupun luar negeri. Kepastian hokum tersebut tentunya juga mengharapkan penegakan hokum yang dirasakan masih kurang. Hal ini bisa dilihat dari permasalahan kasus merek dipengadilan yang belum terselesaikan. Salah satu sikap nyata investor asing itu adalah ditundanya rencana investasi dan operasi produsen kosmetik Harby’s Corporation asal Monako dan Krin Beer Kabushiki Kaisha dari Jepang yang melakukan inovasi investasi dibidang farmasi di Indonesia. Keduanya mempermasalahkan mereknya yang telah didaftarkan oleh pengusaha local Indonesia secara tidak sah dan tanpa izin.
Hal ini sangat jelas merugikan Indonesia,selain mengakibatkan batalnya investasi asing ,citra Indonesia dimata Internasional akan ambruk. Bukan tidak mungin kejadian yang sama akan terus berulang. Karena itu dibutuhkan sebuah kerjasama lintas instansi pemerintahan untuk membrantas praktik pelanggaran merek. Badan Koordinasi Penanaman Modal sebagai lembaga yang mengkoordinasikan penanaman modal di Indonesia,maka penegaan hokum oleh aparat kepolisian dan Direktorat Jenderal HAKI mutlak diperlukan. Selama persoalan mereka tidak terselesaikan maka investor tidak bisa diharapkan masuk ke Indonesia. Perbuatan pelanggaran merek ini memiliki dampak nasional dan internasional yang sangat besar dan merugikan Negara.  Tidak sedikit merek suatu perusahaan A sebagai pemegang Hak Merek sesungguhnya oleh perusahaan B telah lebih dulu didaftarkan,yang jelas merugikan perusahaan B. 
  1. B.     Jenis-Jenis Dan Macam-Macam Merk
Jenis-jenis terdiri dari beberapa macam yakni :
  1. Manufacturer Brand
Manufacturer brand atau merek perusahaan adalah merek yang dimiliki oleh suatu perusahaan yang memproduksi produk atau jasa. Contohnya seperti soffel, capilanos, ultraflu, so klin, philips, tessa, benq, faster, nintendo wii, vit, vitacharm, vitacimin, dan lain-lain.
  1. Private brand atau merek pribadi adalah merek yang dimiliki oleh distributor atau pedagang dari produk atau jasa seperti zyrex ubud yang menjual laptop cloud everex, hipermarket giant yang menjual kapas merek giant, carrefour yang menjual produk elektrinik dengan merek bluesky, supermarket hero yang menjual gula dengan merek hero, dan lain sebagainya.
Ada juga produk generik yang merupakan produk barang atau jasa yang dipasarkan tanpa menggunakan merek atau identitas yang membedakan dengan produk lain baik dari produsen maupun pedagang. Contoh seperti sayur-mayur, minyak goreng curah, abu gosok, buah-buahan, gula pasir curah, bunga, tanaman, dan lain sebagainya.
Merk terdiri dari 3 (Tiga) macam Berdasarkan Undang-Undang No. 15 Tahun 2001, yaitu :
a)      Merk Dagang :
Merk yang digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan barang-barang sejenis lainnya.(Pasal 1 angka (2) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merk)
b)      Merk Jasa :
Merk yang digunakan pada jasa yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan jasa-jasa sejenis lainnya. (Pasal 1 angka (3) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merk)
c)      Merk Kolektif :
Merk yang digunakan pada barang dan/atau jasa dengan karakteristik yang sama yang diperdagangkan oleh beberapa orang atau badan hukum secara bersama-sama untuk membedakan dengan barang dan/atau jasa sejenis lainnya. (Pasal 1 angka (4) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merk)
  1. C.    Strategi Merek / Merk (Brand Strategies)
Produsen, distributor atau pedagang pengecer dapat melakukan strategi merek sebagai berikut di bawah ini :
  1. Individual Branding / Merek Individu
Individual branding adalah memberi merek berbeda pada produk baru seperti pada deterjen surf dan rinso dari unilever untuk membidik segmen pasar yang berbeda seperti halnya pada wings yang memproduksi deterjen merek so klin dan daia untuk segmen pasar yang beda.
  1. Family Branding / Merek Keluarga
Family branding adalah memberi merek yang sama pada beberapa produk dengan alasan mendompleng merek yang sudah ada dan dikenal mesyarakat. Contoh famili branding yakni seperti merek gery yang merupakan grup dari garudafood yang mengeluarkan banyak produk berbeda dengan merek utama gery seperti gery saluut, gery soes, gery toya toya, dan lain sebagainya. Contoh lain misalnya yaitu seperti motor suzuki yang mengeluarkan varian motor suzuki smash, suzuki sky wave, suzuki spin, suzuki thunder, suzuki arashi, suzuki shodun ,suzuki satria, dan lain-lain.
  1. D.    Syarat dan tata cara Permohonan Pendaftaran Merk
Ketentuan yang mengatur mengenai syarat dan tata cara Permohonan Merk berdasarkan Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 diatur dalam :
1)      Pasal 7 sampai dengan pasal 10 Undang-Undang No. 15 Tahun 2001
2)      Pasal 1 hingga Pasal 6 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1993 tentang tata cara Permintaan Pendaftaran Merk.
Tata cara pengajuan Merk yakni ;
  1. Tata cara pengajuan permohonan
Permohonan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia kepada Direktorat Jenderaldengan ketentuan:
a)      Permohonan diajukan dengan menggunakan formulir yang bentuk dan isinya seperti contoh yang dilampirkan pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 23 Tahun 1993 tentang Tata Cara Permintaan Pendaftaran Merk.
b)      Pengisian formulir Permohonan tersebut wajib dilakukan dalam rangkap empat dengan mencantumkan:
b.      Tanggal, bulan dan tahun
c.       Nama lengkap, kewarganegaraan, dan alamat Pemohon
Pemohon dapat terdiri dari satu orang atau beberapa orang secara bersama, atau badan hokum. Dalam hal Permohonan diajukan oleh lebih dari satu Pemohon yang secara bersama-sama berhak atas Merk tersebut, semua nama Pemohon dicantumkan dengan memilih salah satu alamat sebagai alamat mereka.
d.      Nama lengkap dan alamat kuasa apabila Permohonan diajukan melalui Kuasa
e.       Tempat tinggal Kuasa yang dipilih sebagai domisili hukumnya di Indonesia, apabila Pemohon bertempat tinggal atau berkedudukan tetap diluar Negara Republik Indonesia
f.       Warna-warni apabila merk yang dimohonkan pendaftarannya menggunakan unsur-unsur warna
g.      Jenis barang dan/atau jasa yang termasuk dalam kelas yang dimohonkan pendaftarannya. Permohonan untuk dua kelas barang atau lebih dan/atau jasa dapat diajukan dalam satu Permohonan.
h.      Nama Negara dan tanggal permintaan merk yang pertama kali dalam hal permohonan diajukan dengan hak Prioritas
  1. Menandatangani Permohonan
    1. Permohonan ditandatangani Pemohon atau Kuasanya, dengan ketentuan dalam hal permohonan diajukan oleh lebih dari satu Pemohon yang secara bersama-sama berhak atas Merk tersebut, Permohonan tersebut ditandatangani oleh salah satu Pemohon yang berhak atas Merk tersebut dengan melampirkan persetujuan tertulis dari para pemohon yang mewakili.
    2. Dalam hal Permohonan tersebut diajukan melalui Kuasa (Konsultan Hak Kekayaan Intelektual), Permohonan ditandatangani oleh Kuasa dengan ketentuan:
      1. Surat Kuasa untuk itu ditandatangani oleh semua pihak yang berhak atas Merk tersebut
      2. Jika penerima Kuasa lebih dari satu orang, dan dalam surat kuasa tidak terdapat klausul “surat kuasa diberikan kepada kuasa-kuasa tersebut untuk bertindak, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama”, menurut pendapat penulis, Permohonan harus ditandatangani oleh semua penerima kuasa.
Syarat Permohonan
Setiap Permohonan wajib dilengkapi dengan:
1)      Surat pernyataan pemilikan Merk
  1. Tanda tangan dan isi
Surat pernyataan itu harus ditandatangani oleh pemilik merk dan bermeterei cukup yang dengan jelas dan tegas menyebutkan bahwa:
  • Merk yang dimohonkan pendaftaran adalah miliknya
  • Merk yang dimohonkan pendaftaran tidak meniru merk orang lain baik untuk keseluruhan maupun pada pokoknya.
  1. Terjemahan: Apabila tidak menggunakan bahasa Indonesia, surat pernyataan itu harus disertai terjemahannya dalam bahasa Indonesia.
2)      Etika Merk: Jumlah etika merk yang diperlukan adalah sebanyak dua puluh helai dengan ketentuan:
  • Ukuran: Etiket itu berukuran maksimal 9X9 cm dan minimal 2X2 cm
  • Warna: Apabila etiket merk berwarna, harus disertai pula satu lembar etiket yang tidak berwarna (hitam putih)
  • Terjemahan: Etiket merk yang yang menggunkan bahasa asing dan atau di dalamnya terdapat huruf selain huruf latin atau angka yang tidak lazim digunakan dalam bahasa indonesia wajib disertai terjemahannya dalam bahasa Indonesia, dalam huruf lain, dan dalam angka yang lazim digunakan dalam bahasa Indonesia.
3)      Akta pendirian badan hukum
Apabila pemohon adalah badan hukum Indonesia, dilengkapi:
  • Akta pendirian badan hukum yang termuat di dalam Tambahan Berita Negara
  • Salinan yang sah akta pendirian badan hukum.
4)      Surat Kuasa Khusus
Surat kuasa khusus diperlukan apabila permohonan diajukan melaui kuasa, dengan ketentuan Surat Kuasa Khusus itu selain harus menyebutkan untuk mengajukan Permohonan dengan menyebutkan Merknya. Namun, Surat Kuasa Khusus ini mutlak diperlukan jika Permohonan diajukan oleh Pemohon yang bertempat tinggal atau berkedudukan tetap di luar wilayah Negara Republik Indonesia. Hal ini disebabkan, menurut ketentuan Pasal 10 ayat (1) Undang-undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merk, Permohonan yang diajukan oleh Pemohon yang disebutkan di atas wajib diajukan melalui kuasanya di Indonesia.
5)      Pembayaran biaya
Permohonan harus disertai pembayaran biaya dalam rangka Permohonan, sesuai dengan jenis dan besar yang ditetapkan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia.
6)      Bukti Penerimaan Permohonan
Apabila Permohonan diajukan dengan menggunakan hak prioritas, Permohonan harus disertai bukti penerimaan Permohonan yang pertama kali yang menimbulkan hak prioritas, dengan disertai terjemahannya dalam bahasa Indonesia.
7)      Salinan peraturan penggunaan merk koletif
Apabila merk yang dimohonkan pendaftaran akan digunakan sebagai merk kolektif, Permohonan harus disertai salinan peraturan penggunaan merk kolektif, dengan ketentuan salinan peraturan penggunaan merk yang tidak menggunakan bahasa Indonesia harus disertai terjemahannya dalam bahasa Indonesia.
  1. E.     Ruang Lingkup Merk Yang Tidak Dapat Didaftarkan & Ditolak
Berdasarkan Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 yakni :
  1. Merek yang didaftarkan atas dasar Itikad Tidak Baik. (Pasal 4 Undang-undang No. 15 tahun 2001 tentang Merk)
  2. Merek yang bertentangan dengan peraturan perundangan yang berlaku, moralitas agama, kesusilaan, ketertiban umum; Tidak memiliki daya pembeda; Telah menjadi milik umum; Merupakan keterangan yang berkaitan dengan barang atau jasa yang dimohonkan pendaftarannya. (Pasal 5 Undang-undang No. 15 tahun 2001 tentang Merk)
  3. Memiliki persamaan pada pokoknya/keseluruhan dengan merek milik pihak lain yang sudah terdaftar lebih dahulu untuk barang dan/atau jasa yang sejenis, Merk yang sudah terkenal milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa yang sejenis, dan indikasi geografis yang sudah dikenal. (Pasal 6 ayat (1) Undang-undang No. 15 tahun 2001 tentang Merk)
  1. Merek yang menyerupai nama orang terkenal, foto, atau nama badan hukum yang dimiliki orang lain; Tiruan atau menyerupai nama atau singkatan sinkatan nama, bendera, lambing atau symbol atau emblem Negara atau lembaga nasional maupun internasional; Tiruan atau menyerupai tanda atau cap atau stempel resmi yang digunakan oleh Negara atau lembaga pemerintahan. (Pasal 6 ayat (3) Undang-undang No. 15 tahun 2001 tentang Merk)

2.5      Keuntungan dan kerugian antara merek yang terdaftar dan yang tidak terdaftar

Pengaturan ketentuan yang menjelaskan dari permohonan merek sampai pendaftaran merek hingga dikeluarkannya sertifikat merek, dapat diambil kesimpulan bahwa merek yang telah melakukan pendaftaran juga memiliki keuntungan dan kerugiannya, yaitu:
a.  Keuntungan Merek yang terdaftar
Sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Undang- Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang merek, Pemilik merek sebagai pemegang hak atas merek akan mendapatkan keuntungan yaitu berupa perlindungan hukum, sebagaimana tertuang dalam:
1). Pasal 28 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek mengatur  mengenai  jangka  waktu  perlindungan  merek  terdaftar, yang menyatakan bahwa merek terdaftar mendapat perlindungan hukum untuk jangka waktu 10 (sepuluh) tahun sejak tanggal penerimaan dan jangka waktu perlindungan itu dapat diperpanjang. Merek dapat terus diperpanjang untuk periode 10 (sepuluh) tahun berikutnya, sepanjang jangka waktu tersebut terus diperpanjang sebelum periode perlindungan berakhir dan sepanjang merek tersebut terus dipergunakan dalam perdagangan barang dan jasa, perpanjangan  merek  terus  dapat  dilakukan  tanpa  ada  batasan waktu.
2). Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek, pemilik merek terdaftar setiap kali dapat mengajukan permohonan perpanjangan untuk jangka waktu yang sama dengan ketentuan merek yang bersangkutan masih digunakan pada barang atau jasa sebagaimana disebut dalam Sertifikat Merek tersebut dan barang atau jasa dimaksud masih diproduksi dan diperdagangkan. Permohonan  perpanjangan  diajukan  kepada  Direktorat  Jenderal Hak Kekayaan Intelektual secara tertulis oleh pemilik merek atau kuasanya dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan sebelum berakhirnya jangka waktu perlindungan bagi merek terdaftar yang bersangkutan  (Pasal  35  ayat  (2)  dan  ayat  (3)  Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek).
3). Dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Niaga, yaitu gugatan secara perdata maupun pidana. Hal ini merupakan konsekuensi adanya perlindungan hukum hak atas merek, yaitu sebagaimana yang termuat dalam Pasal 76 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek.
b.  Kerugian Merek yang terdaftar
Selain  keuntungan  yang  didapat  dalam  mendaftarkan  merek,  terdapat  juga beberapa kerugian, yaitu:
1).        Permohonan pendaftaran merek adalah proses pendaftaran yang membutuhkan waktu cukup lama. Sebagaimana yang tertuang dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek, bahwa setelah pendaftaran merek maka pemeriksaan substantif dilaksanakan paling lambat dalam waktu 30 hari sejak pendaftaran dilakukan (Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek). Sedangkan pemeriksaan substantif sendiri memakan waktu selama  9  bulan  (Pasal  18  ayat  (3)  Undang-Undang  Nomor  15  Tahun  2001 Tentang Merek). Pemeriksaan substantif ini memakan waktu yang lama dikarenakan dalam permohonan pendaftaran merek harus disesuaikan dengan ketentuan-ketentuan Pasal 4, Pasal 5, dan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek, yaitu pemeriksaan apakah merek didaftar atas pemohon  yang  beritikad  tidak  baik,  dan  apakah  telah  memenuhi  persyaratan merek yang dapat didaftarkan. Sehingga jika dilihat dari semua proses yang dilewati dalam pendaftaran merek tersebut, dapat diketahui bahwa waktu yang digunakan  untuk  mendaftarkan  suatu  merek memakan waktu sekitar 1 tahun. Dan dalam waktu selama itu pendaftar merek tidak diperbolehkan untuk memasarkan produk atau jasa dengan merek sesuai yang didaftarkan tersebut.
2). Dalam permohonan merek, segala biaya yang telah dibayarkan kepada Direktorat Jenderal tidak dapat diminta kembali, yaitu dalam hal ketidak kelengkapan persyaratan permohonan merek Pemohon atau Kuasanya sehingga membatalkan rencana untuk mendaftarkan mereknya (Pasal 14 ayat (2) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek). Dengan melihat Pasal 27 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek, seharusnya biaya tersebut dapat dibebankan jika merek telah terdaftar dalam Daftar Umum Merek. Sehingga tidak perlu membayar biaya cukup besar dalam mengurus formulir pendaftaran dan biaya pemeriksaan merek. Hal ini disebabkan para pendaftar merek biasanya dikenai biaya yang cukup tinggi oleh para konsultan merek yang menguruskan pendaftaran tersebut. Terlebih lagi, apabila ternyata dari pemeriksaan substantif diketahui bahwa merek yang akan didaftarkan tersebut memiliki persamaan sebagian atau seluruhnya dengan merek lain yang sudah terdaftar lebih dahulu, maka pendaftaran merek tersebut akan ditolak dan dalam hal permohonan ditolak tersebut, segala biaya tidak dapat ditarik kembali (Pasal 20 ayat (8) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek). Dan apabila pemilik merek mengajukan keberatan dan tetap ingin mendaftarkan merek  tersebut,  maka  ia harus mengeluarkan biaya tambahan untuk mengajukan keberatannya (Pasal 24 ayat (1) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek).
2. Merek yang Tidak Terdaftar
Mempertimbangkan hal-hal yang berkaitan dengan keuntungan dan kerugian merek yang terdaftar di atas, maka banyak para pemilik merek fashion yang memilih untuk tidak mendaftarkan mereknya. Pelanggaran hak merek tersebut yaitu sebagai bagian dari risiko bisnis yang harus mereka hadapi.
a.Keuntungan Merek yang Tidak Terdaftar
Pelanggaran terhadap merek terkenal pada pokoknya adalah karena kemiripan yang disebabkan oleh adanya unsur-unsur yang menonjol antara merek yang satu dan merek yang lain, yang dapat menimbulkan kesan adanya persamaan baik mengenai bentuk, cara penempatan, cara penulisan atau kombinasi antara unsur-unsur  ataupun  persamaan  bunyi  ucapan  yang  terdapat  dalam  merek  tersebut. Sampai dengan saat ini, pihak yang dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek hanyalah pemegang merek terdaftar. Namun, pemegang merek yang tidak terdaftar dapat menggunakan Undang-Undang terkait lainnya seperti Undang-Undang Perlindungan Konsumen dan Pasal 328 bis KUHP untuk melindungi kepentingannya.
b.Kerugian Merek yang Tidak Terdaftar
Kerugian  akan  merek  tidak  terdaftar  dapat  terjadi  apabila  adanya  bentuk gugatan perdata dan gugatan pidana yang dilakukan oleh pemegang hak atas merek sebagaimana yang telah diatur dalam ketentuan-ketentuan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek.
Pasal 76 ayat (1) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek menyatakan  bahwa  pemilik  merek  terdaftar  dapat  mengajukan  gugatan  terhadap pihak lain yang secara tanpa hak menggunakan merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya untuk barang atau jasa yang sejenis berupa gugatan ganti rugi, dan/atau penghentian semua perbuatan yang berkaitan dengan penggunaan merek tersebut. Sehingga pelanggaran merek terdaftar dapat berupa gugatan ganti rugi atau penghentian penggunaan merek yang dilanggarnya. Selain dapat   mengajukan   gugatan   perdata,   pemegang   hak   atas   merek   juga   dapat mengajukan gugatan pidana atas pelanggaran hak atas merek yang terjadi. Dasar hukum untuk mengajukan gugatan pidana adalah Pasal 90, Pasal 91, Pasal 92, Pasal 93, dan Pasal 94 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek.
A.    Kasus pelanggaran hak merek dagang di Indonesia
Pelanggaran terhadap merek motivasinya adalah untuk mendapatkan keuntungan pribadi secara mudah dengan mencoba atau melakukan tindakan, meniru atau memalsukan merek-merek yang sudah terkenal dimasyarakat tanpa memikirkan hak-hak orang lain yang hak-haknya telah dilindungi sebelumnya. Tentu saja hal-hal demikian itu akan sangat mengacaukan roda perekonomian dalam skala nasional dan skala lokal. Praktek perdagangan tidak jujur meliputi cara-cara berikut ini :
1) Praktek peniruan merek dagang
2) Praktek pemalsuan merek dagang
3) Perbuatan-perbuatan yang dapat mengacaukan publik berkenaaan dengan sifat dan asal usul merek.
Pemilik merek terdaftar dapat mengajukan gugatan terhadap pihak lain yang secara tanpa hak menggunakan merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya untuk barang atau jasa yang sejenis, seperti yang dicantumkan dalam UU Merek Tahun 2001 tentang gugatan ganti rugi dalam pasal 76 dikatakan bahwa :
1) Pemilik merek terdaftar dapat mengajukan gugatan terhadap pihak lain yang secara tanpa hak menggunakan merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya untuk barang atau jasa sejenis berupa :
a. Gugatan ganti rugi, dan /atau
b. Penghentian semua perbuatan yang berkaitan dengan penggunaan merek tersebut.
2) Gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan kepada Pengadilan Niaga
Yang dimaksud dengan persamaan pada pokoknya adalah kemiripan yang disebabkan oleh adanya unsur-unsur yang menonjol antara Merek yang satu dan merek yang lain, yang dapat menimbulkan kesan adanya persamaan baik mengenai bentuk, cara penempatan, cara penulisan atau kombinasi antara unsur-unsur ataupun persamaan bunyi ucapan yang terdapat dalam merek tersebut.
Bukan hanya kerugian ekonomi secara langsung, tetapi juga dapat merusak citra merek tersebut apabila barang atau jasa yang menggunakan merek secara tanpa hak tersebut kualitasnya lebih rendah dari pada barang atau jasa yang menggunakan merek secara sah. Yang dimaksudkan kata “tanpa hak” dalam kalimat diatas yaitu merek yang digunakan tergugat “tidak terdaftar” serta mempunyai persamaan pada pokoknya maupun pada keseluruhannya. Hak pemilik merek terdaftar untuk menggugat tuntutan ganti rugi terhadap orang lain yang menggunakan mereknya adalah merupakan konsekuensi dari sistem yang dianut dalam undang-undang Merek No. 15 tahun 2001 yaitu sistem konstitutif dimana hak atas merek diberikan kepada pemilik merek terdaftar bukan pada merek tidak terdaftar.
Gugatan sebagaimana disebutkan diatas diajukan kepada Pengadilan Niaga gugatan atas pelanggaran merek dapat diajukan oleh penerima Lisensi Merek terdaftar, baik secara sendiri maupun bersama-sama dengan pemilik Merek yang bersangkutan. Adapun beberapa pasal yang mengenai gugatan terhadap pelanggaran merek oleh penerima Lisensi Merek terdaftar seperti yang tercantum dalam UU No. 15 Tahun 2001, Pasal 77 dan 78 yang berbunyi :
Pasal 77
Gugatan atas pelanggaran Merek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 dapat diajukan oleh penerima Lisensi Merek terdaftar baik secara sendiri maupun bersama-sama dengan pemilik Merek yang bersangkutan.
Pasal 78
1) Selama masih dalam pemeriksaan dan untuk mencegah kerugian yang lebih besar, atas permohonan pemilik Merek atau penerima Lisensi selaku penggugat, hakim dapat memerintahkan tergugat untuk menghentikan produksi, peredaran dan/atau perdagangan barang atau jasa yang menggunakan Merek tersebut secara tanpa hak.
2) Dalam hal tergugat dituntut juga menyerahkan barang yang menggunakan Merek secara tanpa hak, hakim dapat memerintahkan bahwa penyerahan barang atau nilai barang tersebut dilaksanakan setelah putusan pengadilan mempunyai kekuatan hukum tetap.
Gugatan atas pelanggaran merek tersebut diajukan kepada Pengadilan Niaga, seperti yang tercantum dalam UU No. 15 Tahun 2001 pasal 79, yaitu : “Terhadap putusan Pengadilan Niaga hanya dapat diajukan kasasi” Penyerahan barang yang menggunakan merek secara tanpa hak merupakan tindakan hati-hati karena bagaimanapun secara hokum setiap putusan pengadilan niaga masih dimungkinkan untuk dibatalkan dalam perkara kasasi. Hal ini terkait dengan masih tersedianya upaya hukum kasasi atas putusan Pengadilan Niaga yang memeriksa gugatan yang berkaitan dengan pelanggaran merek tersebut. Dengan ditentukannya Pengadilan Niaga sebagai lembaga pendidikan formal untuk gugatan yang bersifat keperdataan, maka terbuka kesempatan luas kepada pemegang merek untuk mempertahankan haknya, tanpa pembatalan lembaga peradilan.
Fungsi dari merek dapat dikatakan sebagai pemberitahu dan pembanding produk yang dihasilkan oleh suatu perusahaan atau seseorang dengan produk dari perusahaan lain atau orang lain. Dapat dikatakan pula fungsi dari merek adalah sebagai jaminan mutu produk tersebut terutama dari segi kualitasnya. Oleh karena itu agar kepemilikan dan merek tersebut diakui oleh konsumen, maka dibutuhkan suatu hak merek agar tidak mudah di salah gunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab, seperti menduplikasi merek tersebut dengan merubah beberapa kata dari merek tersebut tetapi jenis produk sama ataupun sebaliknya. Penulisan ini saya akan membahas salah satu contoh kasus merek yang beredar di pasaran, beserta analisis dan contoh-contoh lainnya.
1. Merek DUNKIN’ DONUTS vs DONATS’ DONUTS di Yogyakarta
            Merek DUNKIN’ DONUTS milik DUNKIN’ DONUTS INC., USA, telah terdaftar di banyak negara di dunia, termasuk di Indonesia Merek DUNKIN’ DONUTS, antara lain terdaftar untuk jenis-jenis jasa restoran (kelas 42), dan untuk produk-produk  makanan (kelas 30).
Kalau kita memperhatikan gambar dari restoran DONATS’ DONUTS, maka kita akan melihat adanya bentuk-bentuk pelanggaran sebagai berikut.
Bentuk pelanggaran :
Adanya persamaan pada pokoknya dalam bentuk tulisan, bentuk huruf dan kombinasi warna (pink dan oranye) antara merek DONAT’s DONUTS yang dipergunakan sebagai mana restoran (merek jasa) dengan bentuk tulisan dan kombinasi warna dengan merek DUNKIN’ DONUTS.
Merek DONATS’ DONUTS yang memiliki persamaan dalam bentuk tulisan dan kombinasi warna dengan merek DUNKIN’ DONUTS, ternyata  juga digunakan pada kotak kemasan makanan, dan minuman.
Penggunaan merek DONATS’ DONUTS yang dalam bentuk tulisan dan kombinasi warna memiliki kesamaan dengan merek DUNKIN’ DONUTS, dapat menimbulkan kekacauan tentang asal usul barang dan dapat berpengaruh terhadap nama baik DUNKIN’ DONUTS INC. selaku pemilik merek yang sah; Persoalan ini diselesaikan diluar pengadilan, dan setelah mendapat surat peringatan dari Kuasa Hukum DUNKIN’ DONUTS INC, pemilik restoran Donats Donuts, melakukan perubahan-perubahan atas bentuk tulisan dan kombinasi warna pada kotak kemasan makanan dan minuman, juga pada nama restorannya.
B.     Penyelesaian sengketa dan sanksi terhadap pelanggaran merek
Pemilik Merek Terdaftar dapat mengajukan gugatan terhadap pihak lain yang secara tanpa hak menggunakan merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya,untuk barang dan jasa sejenis,yaitu:
i.        Gugatan ganti rugi dan/atau,
j.        Penghentian semua perbuatanyang berkaitan menggunakan merek tersebut.
Yang dimaksud dengan “ persamaan pokoknya” adalah kemiripan yang disebabkan oleh adanya unsure-unsur yang menonjol antara merek yang satu dengan merek yang lainnya,yang dapat menimbulkan kesan akan adnya kesamaan mengenai bentuk,cara penempatan,cara penulisan,kombinasi antar unsure,persamaan bunyi yang terdapat dalam merek dagang.

2.1      Ketentuan pidana tehadap pelanggaran merek

Ancaman Sanksi Hukuman Pidana Tindak Pidana
No
Pasal
Ancaman Hukuman Pidana
Keterangan
Penjara
Denda
1.
90
5 tahun
Rpl.000.000.000,00
Perbuatan dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan merek yang sama pada keseluruhannya dengan  merek  terdaftar  milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis yang diproduksi dan/atau diperdagangkan.
2.
91
4 tahun
Rp800.000.000,00
Perbuatan dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan merek yang  sama pada  pokoknya dengan  merek  terdaftar  milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis yang diproduksi dan/atau diperdagangkan.
3.
92 (1)
5 tahun
Rp1.000.000.000,00
Perbuatan dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan tanda yang sama pada keseluruhan dengan indikasi geografis milik pihak lain untuk   barang yang sama atau sejenis dengan barang   yang terdaftar.
4.
92 (2)
4 tahun
Rp800.000.000,00
Perbuatan dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan tanda yang  sama pada  pokoknya dengan indikasi geografis milik pihak lain untuk   barang yang sama atau sejenis dengan barang yang terdaftar.
5.
92 (3)


Perbuatan pencatatan asal sebenarnya pada barang yang merupakan hasil pelanggaran ataupun pencantuman kata yang menunjukkan barang tersebut merupakan   tiruan   dari   barang yang terdaftar dan dilindungi berdasarkan indikasi geografis.

 
Tabel 1.1
















6.
93
4 tahun
Rp 800.000.000,00
Perbuatan dengan sengaja dan tanpa hak  menggunakan tanda yang dilindungi indikasi asal pada barang atau jasa yang dapat memperdaya atau menyesatkan masyarakat mengenai  asal barang atau asal jasa tersebut.
7.
94
1 tahun
Rp 200.000.000,00
Perbuatan  memperdagangkan barang dan/atau jasa yang diketahui atau patut diketahui bahwa barang dan/atau jasa tersebut merupakan hasil pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam pasal- pasal 90, 91, 92 dan 93.






















BAB III
KESIMPULAN
Merek adalah salah satu atribut yang penting dari sebuah produk, dimana merek suatu produk dapat memberikan nilai tambah bagi produk tersebut. Merek tidak hanya sebuah nama bagi produk, tetapi lebih dari itu merupakan identitas untuk membedakan dari produk-produk yang dihasilkan dari perusahaan lain. Dengan identitas khusus, produk tertentu akan lebih mudah dikenali oleh konsumen dan pada gilirannya tentu akan memudahkan pada saat pembelian ulang produk tersebut. Pada dasarnya merek terdiri dari dua bagian yaitu bagian yang dapat diucapkan yaitu nama merek, dan bagian yang dapat dikenali tetapi tidak dapat diucapkan yaitu tanda merek.
Kini masyarakat dalam melakukan pengajuan permohonan sudah tidak mengalami kesulitan karena Pemerintah melalui DITJEN HKI telah banyak melakukan sosialisasi baik lewat masmedia maupun forum-forum yang yang telah dibentuk. Sehingga akhirnya bagi pemilik hak tersebut tidak usah khawatir akan adanya kerugian yang diakibatkan oleh oknum yangtak bertanggung jawab yang ingin memanfaatkan kepopuleran merk suatu produk tertentu.
Bahwa telah kita bahas dihalaman sebelumnya tentang upaya pemerintah melakukan perlindungan terhadap pemilik hak merk sudah sangat ketat dengan melalui beberapa tahap proses penyeleksian terhadap pendaftaran merk dan itu dibuktikannya dengan beberapa undang-undang dan peraturan pemerintah Republik Indonesia yang selalu di perbaharui seiring perkembangan dan semakin maraknya persaingan di dunia perdagangan baik nasional maupun internasional. Sehingga dengan adanya beberapa regulasi tersebut dapat menekan berbagai macam tindak kejahatan dibidang Hak Kekayaan Intelektual khususnya Merk.










Daftar Pusaka
Adrian Sutedi,S.H.,M.H., Hak Atas Kekayaan Intelektual,Penerbit Sinar Grafika,Jakarta
Umbara, Citra, 2001, Undang-undang Republik Indonesia tentang Paten dan Merek 2001, Penerbit: Citra Umbara, Bandung.
Munandar, Haris dan Sally Sitanggang, 2009, Mengenal HAKI, Hak Kekayaan Intelektual Hak Cipta,Paten, Merek, dan seluk-beluknya, Erlangga,esensi, Jakarta.
Gautama, Sudargo, Hukum Merek Indonesia, 1989, PT Citra Aditya Bakti, Bandung.
http://www.mukahukum blogspot.com/2011/02/Perlindungan hukum terhadap merk-merk

http://haryowijoseno.blogspot.co.id/2013/04/makalah-tentang-permasalahan-hak-merek.html
http://hakmerek007.blogspot.co.id/2013/11/hak-merek_24.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar